Kring..kring.. Sepeda

Melihat miniatur sepeda kuno di rumah salah satu saudara membuat saya sedikit berkhayal. “Kring..kring ada sepeda! Sepedaku roda 2…” Judul di atas pasti mengingatkan kita pada lagu anak-anak yang dulu cukup populer, di masa saya tentunya. Di zaman yang serba modern dan canggih ini rasanya sepeda adalah barang yang sudah mulai dikesampingkan. Bisa dimaklumi sepeda seperti itu akan sulit ditemukan berlalu lalang di jalan raya, mungkin museum menjadi rumahnya sekarang.

Dulu banyak hal yang didistribusikan dengan sepeda. Koran-koran yang tiap pagi diantarkan ke depan masing-masing rumah. Makanan-makanan kecil yang dibawa berkeliling dengan sepeda, balon-balon gas lucu yang juga dijual dengan sepeda. Bahkan seperti halnya koran dan majalah, susu segar juga dulu didistribusikan dengan sepeda.

Senyuman nakal langsung menghiasi wajah saya ketika pemikiran itu melintas. Gambaran itu datang begitu saja, sangat natural. Tuhan menaiki sepeda dan membagikan susu dari satu rumah ke rumah lainnya? Ya, Tuhan! Sebut itu Nabi Muhammad, Jesus, Budha, dewa-dewi dan semua Tuhan yang diakui penganutnya masing-masing. Terdengar aneh dan kocak? Tunggu dulu mari kita sedikit menggali pemikiran kocak tersebut. Tuhan bisa saja kita pandang begitu! Dengan sepeda kuno-Nya menghantarkan sebotol susu hangat untuk memulai hari kita.

Selama ini Tuhan memang selalu membagi-bagikan sebotol susu hangatnya di depan pintu rumah kita masing-masing. Mungkin ada yang bahkan tak melihat susu itu atau ada yang tak menganggapnya, tak tahu berterima kasih. Ada juga yang selalu mengambilnya dengan muka tanpa ekspresi seakan susu itu sudah sepantas dan selayaknya ada di sana, telah menjadi rutinitas. Ada juga yang menanti-nanti si pengirim susu dan berharap dapat sekedar bertemu muka untuk berterima kasih kepadaNya, penuh kesadaran.

Sebotol susu yang saya maksud di sini adalah hidup yang tiap hari kita jalani. Udara segar yang masih bisa kita hirup, suara burung yang masih bita kita dengar, makanan yang masih bisa kita makan. Kasih sayang dari orang-orang terdekat yang masih bisa kita rasakan, pelukan erat dari orang tua, ciuman mesra dari kekasih, atau dekapan dan senyuman hangat dari sahabat. Bukankah semua itu adalah hadiah tak bernilai?

Terkadang semua hadiah luar biasa tersebut sering lupa kita syukuri. Hal itu menjadi sesuatu yang sudah selayak dan sepantasnya kita dapatkan, sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dan bukan lagi luar biasa. Manusia cenderung akan lebih memahami sesuatu ketika semuanya tak lagi miliknya. Untuk itu saya sekedar mengingatkan, hal luar biasa tak akan pernah menjadi biasa hanya karena begitu mudah kita dapatkan. Itu semata-mata karena Sang Empu-nya masih berbaik hati dan terus membagikan susunya tanpa harapan jasa.

Tulisan ini hanya coretan yang diharapkan dapat sedikit mengingatkan kita tentang sebotol susu hangat yang tergeletak di depan pintu rumah kita. Akankah kita menyia-nyiakannya, lalu menyesal ketika tak ada lagi hantaran susu? Atau mencoba lebih mensyukuri, dan menjadikan susu itu penghangat di pagi yang beku? Bagaimana menyikapi hadiah tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kita. Semua pilihan ada di tanganmu! Yang mana pilihanmu?

 

1.jpg
a beautiful morning in Lembongan, Bali

“Semoga saya masih mendapatkan sebotol susu hangat besok pagi! Amien..”

 

 

bandung, 2009-08-14

ivy

note: Tulisan usang di blog lama yang rasanya masih pantas untuk dibagi. Setidaknya untuk diri


2 responses to “Kring..kring.. Sepeda”

  1. Neni Avatar

    Terima kasih sudah mengingatkan untuk selalu bersyukur atas apa yg sudah Tuhan kasih.
    Terkadang manusia memang terlambat menyadari, baru sadar ketika segalanya sudah pergi.

    1. blueismycolour Avatar

      Terima kasih kembali sudah mampir neni 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *