“No Matter What, Shit happens…”
Empat tahun silam, begitu ucapan seorang teman sekaligus mentor di tengah bandara LCCT Kuala Lumpur. Tepatnya subuh pagi di awal bulan Maret 2014, ketika saya tertinggal pesawat menuju Siem Reap. Ditinggalkan mungkin kata yang lebih pas. Ditinggalkan pesawat di ruang tunggu yang sialnya salah.
Pagi itu bersama dengan surya yang mulai bersinar, saya ingat kecamuk perasaan dan segumpal rasa mual yang ada di perut. Itu adalah awal trip 2 minggu saya untuk menjelajahi Cambodia-Thailand dan Laos.
Perjalanan pertama menyusuri Asia, untuk yang pertama kalinya. Bukankah selalu ada keberuntungan untuk pemula? Bagaimana mungkin saya sesial ini? Apa ini pertanda? Bukankah awalan yang buruk sering kali pertanda bahwa pilihan itu sebaiknya dihindari? Segala pertanyaan berputar-putar di kepala yang belum mendapat tidur cukup malam sebelumnya.
Begah.
Rasanya sungguh ingin menangis tersedu-sedu di sini saat itu juga. Setelah menginap di musholla LCCT, tanpa mandi dan tanpa makan pagi begitu antusias menanti perjalanan ini di ruang tunggu, dan sebuah kesalahan teknis meletakkan saya di ruang tunggu yang salah. Rasanya ingin memaki-maki kepada siapapun yang membuat semua hal ini terjadi. Sayangnya, hal itu berarti termasuk memaki diri sendiri. Memaki diri yang tak awas dalam mengamati monitor penerbangan. Kesal, marah, murka, kecewa, semua rasa jadi satu.
“Well, no matter what, shit happens…” ucap suara serak yang baru saja saya bangunkan dengan telepon antar negara pagi itu membuat konklusi untuk situsi kacau balau ini.
Tak ada keinginan menggurui, tak ada tekanan menyalahkan, tak ada juga tendensi untuk menyudutkan. Kata-kata itu terdengar lebih seperti pengingat, bahwa ini hal lumrah yang (sanggat) mungkin terjadi dalam hidup. Kalau tidak sekarang, mungkin besok, lusa, sepekan lagi, sebulan atau sewindu. Terjadi padamu, padaku atau pada insan-insan lain di belahan dunia mana saja. Hal-hal tak menyenangkan yang diluar kuasa kita, atau hal-hal yang luput kita cermati.
Itu kali pertama nasihat itu saya dengar. Nasihat yang menampar sekaligus memeluk kebingungan saya untuk kembali tenang. Membuat saya melonggarkan tali kekang, membuat saya duduk dan menerima. Membuat saya lebih sadar dengan tangan-tangan semesta.
Menjalani hidup dengan lebih ringan. Melangkah dengan lebih ringan. Melihat dunia dengan lebih ringan.
Dengan nasihat itu, saya melanjutkan perjalanan dua pekan saya pada keesokan harinya. Salah satu perjalanan paling luar biasa yang tak ingin saya ganti dengan apapun. Dengan nasihat itu juga sampai saat ini saya menghidupi hidup.
Nasihat itu saya jadikan mantra, kalau-kalau ada hal-hal yang tak sesuai keinginan saya. Mengingatkan diri akan keterbatasan sendiri dan menerima apa-apa yang di luar kemampuan diri.
Yes dear, no matter how hard you try, shit happens. Calm and keep breathing!
Dago 485, 2018-07-17
ivy
*ditulis untuk ajakan #kamantara berbagi nasihat yang mengubah hidup
Leave a Reply