Amarah

“How to make something important? By giving your attention into it.”

~blueismycolour
Taken by Adrian Benn

Jalaran panas yang membakar bergerak dari perut dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh hingga memerahkan muka dan menggelapkan pandanganmu meski dalam mata yang telah tertutup. Nafas yang tadinya teratur menjadi begitu cepat dan memburu.

Deg

Oh begini ya sensasi amarah pada tubuhmu? Begini rasanya marah? Kepala saya mulai melakukan perbincangan bersama dengan rasa membara yang membakar seluruh tubuh. Otot-otot di badanpun ikut menegang dengan jalaran hangat tersebut. Dasyat betul sensasi amarah ini. Kenapa saya marah?

Kesadaran akan amarah tersebut serta merta membuat saya sadar dan kembali memperhatikan nafas saya. Seketika saya mengarahkan perhatian pada nafas, pandangan saya mulai kembali terang, badan saya mendingin, jalaran panas tersebut terhenti, beberapa otot mulai merenggang. Meski tanpa tedeng aling-laing sebuah pemikiran kecil tentang kejadian sebelumnya segera mematik lagi letupan amarah dan proses sebelumnya kembali terjadi. Lagi-lagi rasa panas tersebut menjalar.

Proses ini berlangsung beberapa kali dengan sekuat hati menahan diri untuk tidak membuka mata dan berdiri dari posisi meditasi saya. Rasanya satu atau dua tetes air mata juga saya keluarkan dalam proses menahan untuk tidak melakukan respon ini. Hingga, sebuah bhavana maya panya (wisdom dari self pratices) menyeruak ke permukaan

“Give it attention, then it become important!” Apakah orang itu penting untukmu? Lalu mengapa kamu memberikan perhatian dan waktumu untuknya? Kenapa kamu menghabiskan energimu untuk bereaksi atas tindakannya? Seberapa penting dia di hidupmu? Mengapa perbuatan melencengnya malah membuat sesi meditasimu terganggu? Siapa yang rugi? Why you waste your precious time for something that doesn’t important?

Serta merta setelah pencerahan ini, semua panas yang tersisa di badan segera meluruh perlahan-lahan. Berganti dengan sapuan angin sejuk dan segala tegangan yang ada di otot bahu dan punggung melonggar. Nafas kembali menjadi lembut dan saya kembali bisa merasakan sensasi-sensasi tipis dari getaran yang menjalar di seluruh tubuh. Ada tenang yang menjalar perlahan-lahan ke seluruh bagian tubuh.

Beberapa hari setelah keluar dari Vipassana, iman saya sekali lagi dicoba. Kali ini ada amarah lain yang dihantarkan ke pintu saya. Bukan amarah yang saya ciptakan, tapi amarah dari orang yang tidak sadar bahwa dia sedang penuh dengan amarah.

Ketika menerimanya, ada beberapa detik di mana saya menahan nafas. Untungnya saya masih cukup eling dan sadar bahwa kado itu bukan milik saya dan tak ingin saya terima. Setelah beberapa tarikan nafas menenangkan batin, saya menanggapi seperlunya. Lalu saya tinggalkan kado tersebut di depan dan menutupnya kembali pintu rumah saya.

Amarah dan marah, sesuatu yang akan terus menerus kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Baik yang tanpa sadar kita ciptakan ataupun yang sadar atau tanpa sadar dihantarkan orang lain untuk kita. Doanya, semoga kita cukup eling untuk tidak menerima kado yang bukan milik kita dan cukup kuat untuk tidak melemparkan kado beracun tersebut kepada orang lain.

Kuncinya sederhana namun butuh begitu banyak latihan dalam melakukannya, jangan letakkan perhatianmu pada hal-hal di luar diri.

Seperti quote dari Carl Jong berikut:

Who looks outside, dream, Who looks inside, awake!

Carl Jong

Just taking care your ownselve, dear.

Bandung, 2022-1-9

ivy


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *