Jalan Sunyi Memahami (Diri)

Don’t move! Don’t move! You are you own master. Fight for your own liberation!” kalimat ini yang bergema di kepala saya selama berjuang sekuat tenaga untuk tidak merubah posisi dalam semadi saya di kursus Vipassana.

Ya perjuangan yang dimaksud di sini adalah dengan mempertahankan posisi meditasi setidaknya 1 jam, kita belajar untuk menahan diri dari nafsu untuk terus menginginkan hal-hal menyenangkan atau nafsu untuk membenci hal-hal yang tidak menyenangkan. Belajar mempertahankan ketenang seimbangan (equanimity). Teknik ini diperkenalkan oleh Budha Goutama ribuan tahun silam yang bertujuan untuk melepaskan manusia dari penderitaannya dan dikenal dengan nama vipassana. (Melihat sesuatu sebagaimana adanya).

Apa hubungannya duduk diam dan tak bergerak dengan menahan nafsu?

Apa pula hubungannya dengan melepaskan diri dari penderitaan?

Duduk diam koq dibilang berjuang?

Untuk dapat memahami koneksinya, kita butuh melihat bagaimana pikiran kita bekerja. Pikiran kita memiliki 4 layer yang punya tugasnya masing-masing. Layer pertama biasa akan bertugas mengenali, mengindra, mendengar suara, melihat, merasakan sentuhan. Layer selanjutnya akan mengklasifikasi rangsangan tersebut menyenangkan atau tidak menyenangkan berdasarkan dari memori yang ada di kepala kita. Layer ketiga bertugas menghasilkan sensasi di tubuh. Sensasi menyenangkan untuk pengalaman yang dikategorikan menyenangkan dan sensasi tidak menyenangkan untuk hal yang tidak menyenangkan. Layer keempat yang disebut Sankhara yang kemudian melakukan respon atau aksi terhadap sensasi tersebut.

Pola dari pikiran kita adalah terus menerus merasakan sensasi yang menyenangkan dan menghentikan atau keluar dari kondisi tidak menyenangkan. Sementara sensasi-sensasi ini fana, dan cepat atau lambat berlalu. Sehingga cepat atau lambat, akan muncul keinginan untuk sesuatu yang tak lagi ada (craving) , atau membenci sesuatu yang ada (aversion). Nah ini lah akar dari penderitaan, sankhara nafsu dan harapan.

Nothing is permanent (Annica). Pemahaman ini tentu bukan hal baru, pemahaman ini sudah sering kita dengar dan bahkan kita mengerti dan amini di tingkat intelektual. Hal yang luput adalah, mengerti dan memahami tidak sama dengan mengaplikasikannya.

Duduk bermeditasi dengan teknik vipassana, mengajak kita untuk menjadi saksi proses ini secara dekat. Duduk bergeming sembari melakukan pemindaian sensasi dari ujung kepala hingga ke ujung kaki berkali-kali akan membuatmu sadar dengan sifat dari sensasi-sensasi ini. Kerangka tubuhmu akan menjadi canvas belajar yang luar biasa tentang proses hidup yang tak abadi ini. Betapa penerimaan yang utuh menjadi jalan keluar satu-satunya untuk kebebasanmu, keluar dari kemelekatan, kekotoran batin. Menebas satu demi satu sankhara hawa nafsumu, merasakan sensasi dan reaksinya di badanmu, mengingat tiap jejak rasanya di kepala dan menyadari betapa untuk tetap tenang dan seimbang butuh terus diusahakan lagi dan lagi.

Menerima bahwa semuanya akan berlalu. Bahwa tak ada yang abadi. Bahwa melekatkan diri pada sesuatu yang tak abadi hanya akan menambah tabungan sankhara yang kelak menjadi akar dari penderitaanmu.

Inilah jalan sunyi untuk memahami diri, untuk bekerja di level terdalam. Menyadari bahwa dirimu adalah tuan bagi tubuh dan pikiranmu. Bahwa dirimu bertanggung jawab seutuhnya untuk pilihan penderitaan yang kamu biarkan masuk ke dalam rumahmu. Belajar untuk menjadi penjaga yang lebih baik atas semestamu dengan terus sadar dan tenang seimbang.

Semesta kecilmu adalah bagian terpenting yang butuh kamu jaga. Jangan biarkan goncangan kuat ataupun tiupan angin menyenangkan membuatmu terlena. Apakah selalu berhasil? tentu tidak. Ini pekerjaan yang butuh dilakukan sepanjang hidup.

Tapi semoga potongan kalimat berikut bisa sedikit mebantu menyadarkan:

“If you never practice, how could you expect for result?

Bandung, 2022-1-7

ivy


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *