Maaf

“yang paling sulit itu memaafkan orang yang sudah menyakiti dan melukaimu…” ucap seorang teman di tengah-tengah obrolan kami beberapa hari lalu.

Serta merta sebuah gagasan muncul dan membuat saya menimpalinya. “Mungkin kita harus melihat pemberian maaf ini sebagai bentuk cinta pada diri sendiri. Maafnya bukan untuk orang yang telah menyakiti kita, tapi untuk meringankan beban kita.”

*DEG

Photo by Naomi Keisha

Dear Self. I am sorry, I love you.

Photo by Naomi Keisha

Saya diam dan memproses kembali apa yang telah saya ucapkan. Eh, dari mana kalimat tersebut bersumber? Belum lepas takjub saya dengan jawaban yang saya lontarkan tersebut. Seorang teman lain menambahi pertanyaan ini dengan, “lebih sulit mana minta maaf atau memaafkan?”

Satu dua pilihan muncul, dari beberapa teman. Lalu lagi-lagi saya mendegar diri saya menimpali, “sepertinya itu proses yang tak terpisahkan. Meminta maaf membutuhkan kesadaran dan penerimaan bahwa diri ini pernah salah. Memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang pernah dilakukan, baru lantas meminta maaf kepada orang yang terkena imbas kesalahan. Prosesnya utuh.

*DEG

Lagi-lagi saya takjub dengan jawaban yang keluar dari mulut saya.

Hal yang berbeda itu adalah meminta maaf dan dimaafkan. Tak semua orang akan memaafkan kesalahanmu dan itu tak mengapa. Itu di luar kuasamu. Tapi pertanyaannya, apa kamu mampu memaafkan dirimu sendiri? Karena ternyata yang tersulit adalah meminta maaf dan memberikan maaf pada diri sendiri.

Apakah kamu masih menyimpan segala jejak kesalahan yang pernah kamu lakukan dan membopongnya di sepanjang perjalanan (hidup)?

Bandung, 2023-11-1

ivy


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *