[IETD 2021, Blog Kreatif] Surat Dari Masa Depan

Ada yang berbeda dari interupsi rapat koordinasi yang dipimpin Presiden kali ini. Bukan dari para menteri atau penasihat atau tenaga ahli, melainkan dari langit.

Sebilah cahaya menyilaukan menyeruak masuk dari pojok kanan jendela di tembok yang dibelakangi Presiden. Sorotannya lebih cemerlang daripada cahaya matahari siang di bulan Agustus. Berselang beberapa detik kemudian, seekor burung kecil mengetuk kaca jendela tersebut dengan paruhnya berulang-ulang. Rupanya, cahaya itu keluar dari kedua matanya, sementara dari paruhnya keluar suara, “Surat untuk Presiden!”

Sontak semua yang ada di dalam ruangan terkesiap. Bapak Presiden yang sedari tadi menatap burung bersayap keperakan tersebut dengan terheran-heran, menoleh kepada ajudannya. Beliau memiringkan kepalanya ke arah jendela tersebut.

“Coba, dilihat. Itu surat apa? Dari mana?”  

Instruksi kecil Presiden seketika ditanggapi dengan seruan dari para menterinya, termasuk anggota Paspampres yang sudah mengambil sikap siaga dari awal. Ajudan tersebut menoleh ke kiri dan ke kanan, bingung harus berbuat apa. Sementara anggota rapat mulai berdebat, burung tersebut gigih mengetuk kaca jendela. “Surat untuk Presiden!” ujarnya berulang-ulang.

Seorang staf Paspampres memberanikan diri keluar dari ruangan, beranjak ke pekarangan Istana. Ia mendekati burung tersebut, mencoba menangkapnya dengan tangan kosong. Burung tersebut sama sekali tidak melawan, namun terasa dingin dalam genggamannya. Ternyata makhluk ini adalah robot pos[1] yang mengambil rupa seperti burung. Secarik amplop dari cengkeraman kakinya ia sematkan ke jari-jemari Paspampres tersebut. Semua orang di dalam ruangan, termasuk Presiden, membelalak kebingungan melihat burung tersebut tiba-tiba melesat ke angkasa, hilang tanpa jejak.

Surat Dari Masa Depan

Setelah penantian yang terasa begitu lama bagi semua, amplop tersebut dan surat di dalamnya dinyatakan aman untuk diserahkan kepada Presiden.

Amplop dan kop surat tersebut begitu familiar bagi staf kepresidenan, dengan logo Bintang Padi Kapas, identik dengan yang biasanya digunakan dalam korespondensi kepresidenan. Kalaupun ada yang berbeda, itu adalah tulisan yang berkilat-kilat di belakang amplop surat tersebut:

“Dokumen ini akan menyerpih dengan sendirinya dalam waktu satu hari setelah tersentuh jari manusia.”

Semua mata memandang secarik kertas putih di tangan Presiden dengan penuh tanda tanya dan rasa ingin tahu. Dengan kehati-hatian, amplop surat tersebut dibuka. Siapa yang dengan lancang telah menyalahgunakan kop surat kenegaraan? Presiden bertanya-tanya penasaran. Beliau melihatnya sekilas, dan setelah beberapa kali berdehem untuk membersihkan tenggorokannya, beliau membacakan isinya dengan lantang di depan semua.

Jakarta, 17 Agustus 2050

Presiden Republik Indonesia 2048–2052

Kepada Bapak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia 2018–2022

Bapak Presiden yang saya hormati,

Salam sejahtera dari penerus Anda di masa depan. Saya mohon maaf telah mengontak Anda dengan cara yang belum dapat dimengerti oleh siapapun, baik Anda maupun anggota kabinet. Saya menulis surat ini mewakili seluruh bangsa Indonesia dan warga bumi di tahun 2050, yang ingin menyampaikan aspirasi kami di peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-105, tak hanya bagi generasi mendatang, namun terlebih lagi kepada generasi pendahulu kami.

Kami tidak dapat membahas panjang lebar bagaimana surat ini bisa sampai di tangan Anda. Ada hal yang lebih penting untuk disampaikan. Waktunya memang disesuaikan dengan agenda rapat yang Anda pimpin hari ini, tentang penurunan emisi dan transisi energi dalam rangka memenuhi kesepakatan global dan, yang paling utama, menyelamatkan bumi.

Situasi yang kami hadapi saat ini, di tahun 2050, sangat mendesak. Bumi ini kian rusak. Semua upaya pemulihan yang ditempuh generasi pendahulu memang membantu mencegah kerusakan yang semakin parah, namun jika langkah ini diambil lebih awal, perbedaannya akan luar biasa besar.

Di sini, saat ini, seluruh warga bumi mengutuki generasi pendahulunya yang terlalu santai dan mudah berpuas diri dalam menindaklanjuti masalah iklim yang sungguh serius. Setiap detik yang disia-siakan oleh Anda dan generasi pendahulu menambah pelik masalah yang harus kami hadapi, sebagai generasi penerus.

Ketika Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, itu adalah kulminasi dari perjuangan segenap bangsa yang bermimpi menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kedaulatan yang berlaku di seluruh Nusantara, dan menjadi hak bagi semua, termasuk anak cucu dan buyut mereka, sejak saat itu hingga seterusnya.

Mimpi ini sebagian telah menjadi kenyataan. Dalam waktu kurang dari satu abad, Indonesia telah menjadi bangsa yang terhormat di mata dunia dan berpengaruh besar baik di kancah ekonomi[2] maupun geopolitik. Kita kuat, kita berdaulat. Namun kedaulatan kita belum utuh dan penuh. Indonesia di tahun 2050 masih bertahan hidup dengan menggerus bumi. Alih-alih mewariskan kesempatan dan kesejahteraan, kita malah meninggalkan lubang di seluruh badan bumi dan membuat bumi berjaketkan polusi. Menghadiahi generasi penerus dengan beban dan sengsara.

Untuk itu, di mata kami, hal yang paling utama yang perlu segera generasi Anda atasi adalah terkait energi. Bahan bakar fosil memang pernah bermanfaat besar di masa lalu, namun tak ada tempat lagi baginya saat ini. Kami muak menghirup udara yang penuh polutan dari hari ke hari di permukaan bumi yang terus memanas. Menghadapi banjir dan kekeringan yang sambung-menyambung[3], kami sungguh iri dengan generasi Anda yang masih dilimpahi oleh hutan[4] dan laut yang sarat oleh kehidupan, meski tak sepenuhnya lestari. Biaya dan kerugian akibat polusi, di laut, darat, dan udara, tak terkira. Siapa yang siap dengan rela hati menghitung nilai ekonomi dari setiap anak yang meninggal prematur akibat paru-paru mereka dirasuki polutan setiap kali menarik napas?[5]

Saat ini, 105 tahun sudah kita merdeka. Seluruh rakyat Indonesia telah menikmati listrik yang berlimpah. Dari Sabang sampai Merauke, setiap kota dan komunitas desa terhubung tanpa putus ke jalur lalu lintas data dan komoditas global. Mirisnya, di saat kebutuhan barang dan jasa kami dapat terpenuhi dengan relatif cepat dan lancar, kebutuhan akan udara bersih untuk bernapas kian menipis.

Kami sadar, tanpa udara bersih, segala kemewahan tak dapat dinikmati dengan sempurna. Untuk itulah kami terus mengusahakan segala cara untuk memperbaiki kondisi bumi, agar generasi mendatang mewarisi ruang dan peluang hidup yang lebih baik dari kami. Ini tak mungkin tercapai tanpa bantuan dari generasi pendahulu. Tanpa peran dari Indonesia yang sedang Anda pimpin, kami pesimis semua upaya ini akan berhasil.

Untuk itu, kami dari masa depan menghubungi Anda, memohon campur tangan Anda semua.

Kami yakin, semakin cepat Indonesia beralih ke teknologi yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan energinya, semakin baik kondisi bumi yang kami huni di pertengahan abad XXI ini. Jangan terlena dengan pesona batu bara yang murah dan masih melimpah. Lupakan janji muluk tentang batu bara bersih dan gas alam dengan jejak metana rendah[6]. Penerbitan moratorium[7] untuk pembangunan pembangkit listrik baru dari sumber-sumber yang tidak berkelanjutan dapat menjadi gapura yang kokoh untuk memulai transisi ini.

Perubahan tentu tak semudah membalik telapak tangan. Untuk mengompensasinya, sementara pembangkit listrik yang lama terus beroperasi sampai masa pensiunnya, realisasikan semua rencana tentang energi surya seperti wacana gerakan nasional sejuta atap.[8] Lalu perkuat hal ini dengan menggiatkan investasi dalam riset dan teknologi untuk sel surya. Di tahun 2050 ini, infrastruktur PLTS Indonesia sangat terjangkau, cukup canggih dan efisien, serta instalasinya mudah. Kami terus memperluas cakupannya: energi surya ditangkap dari ujung barat Jawa hingga pulau-pulau kecil di Laut Banda, panel surya membentang di tanah Kalimantan dan Sulawesi, bahkan di sepanjang pesisir Papua.

Gambar 1. Potensi tenaga surya Indonesia.[9]

Gambar 2. Harga listrik per unit dari pembangkit tenaga listrik baru.[10]

Tak hanya di daratan, di perairan sekalipun rakyat Indonesia telah mahir dalam memanfaatkan cahaya, baik untuk keperluan pribadi[11] maupun industri. Berkat gigihnya investasi warga bumi dalam pengembangan teknologi terbarukan, kami dapat memperbanyak armada PLTS Apung yang beroperasi dari ponton-ponton[12] di danau[13] dan lautan. Dengan algoritma cerdas dan satelit, setiap unit PLTS Apung ini dimobilisasi untuk senantiasa mencari daerah yang cerah dan tidak tertutupi awan. Semakin tinggi utilisasinya, semakin besar energi yang kami panen dan alokasikan ke wilayah-wilayah terpencil yang paling membutuhkan. Siapapun dapat mengisi baterai untuk mobil, motor, bahkan perahu listrik mereka langsung dari unit-unit pengisian yang terhubung langsung ke unit-unit PLTS yang membentang di darat dan mengapung di lautan.

Ini sepatutnya dapat kami nikmati sejak dua dekade silam, andaikan saja saat itu generasi Anda tidak berpangku tangan, entah karena isu-isu hoaks yang tak penting atau karena etos kerja wakil rakyat yang hanya sekadar menghabiskan anggaran tanpa punya visi dan disiplin dalam pemantauannya.

Di mana ada kemauan, pasti ada jalan. Zamrud khatulistiwa ini dianugerahi dengan banyak sumber energi terbarukan lainnya yang menunggu untuk dimanfaatkan di setiap pelosoknya.

Ada tenaga bayu yang begitu perkasa di dataran[14] dan pegunungan. (Di 2050 ini, baling-baling raksasa dari PLTB terbesar di Indonesia memproduksi 60 MW per menara.[15]) Ada gelombang laut yang menggelora di sekitar kita.[16] Ada panas yang membara di perut bumi, di tungku gunung-gunung api.[17] Namun, untuk panas bumi, di Indonesia yang tengah Anda pimpin ini, potensi tersebut banyak tersimpan di bawah tutupan hutan lindung. Untuk memanfaatkannya, perlu tata guna lahan yang cermat[18] dan bijak: Sekuat apapun pembangkit tersebut dapat beroperasi, jika tak ada lagi oksigen yang bisa kita hirup, siapa yang akan menikmatinya?

Perjuangan umat manusia untuk mempertahankan kondisi bumi agar kita dapat hidup layak terus berlanjut. Inilah alasan terbesar surat ini ditulis dan dikirimkan, tak hanya dari saya untuk Anda. Setiap kepala negara di tahun 2050 membuatnya untuk negara mereka masing-masing, dengan harapan dapat memberi dorongan untuk bertindak sedini mungkin, secepat mungkin, setegas-tegasnya. Memperjuangkan semua ini 10, 20, 30 tahun lebih awal, akan menghasilkan gelombang perubahan yang berlipat-lipat lebih cepat. Tak ada negara yang mampu menyelesaikan semua persoalan sendiri. Kerja sama internasional untuk saling mendukung harus terus menyemangati perjuangan ini.

Jadikan rapat koordinasi ini sebagai rapat yang historis dan akan selalu dikenang: Anda dan segenap menteri di kabinet harus berani mengambil langkah, bukan hanya demi kami generasi mendatang, tetapi juga demi kepentingan rakyat yang Anda pimpin dan layani.

Mari bersama membangun negeri dan melindungi bumi. Terima kasih.

Presiden Republik Indonesia 2048–2052

Bapak Presiden memejamkan matanya sembari meletakkan surat tersebut di atas mejanya. Beliau memijat dahinya pelan-pelan, menghembuskan napas, kemudian membuka matanya, melempar pandangannya ke setiap peserta rapat.

“Banyak yang harus segera dikerjakan,” ucap Presiden. “Ayo, kita mulai rapatnya.”

[]

Editor         : Chriswan Sungkono

Jumlah kata: 1.627 kata, tanpa catatan kaki. 1.982 kata termasuk catatan kaki.

#roadtoIETD #100persenET


[1] Untuk teknologi robot pos (pengantar paket) saat ini, lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Delivery_drone.

[2] Indonesia akan masuk ke dalam empat besar negara dengan PDB tertinggi di dunia pada tahun 2050. Lihat https://www.pwc.com/gx/en/research-insights/economy/the-world-in-2050.html.

[3] Figueres, C. & Rivett-Carnac, T. (2020), “What the World Will Look Like in 2050 If We Don’t Cut Carbon Emissions in Half”, Time, https://time.com/5824295/climate-change-future-possibilities/.

[4] Estoque, R.C., Ooba, M., Avitabile, V. et al. (2019), The future of Southeast Asia’s forests, Nature Communications 10:1829, https://doi.org/10.1038/s41467-019-09646-4.

[5] OECD (2016), The Economic Consequences of Outdoor Air Pollution, OECD Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/9789264257474-en.

[6] Borunda, A. (2020), “Natural gas is a much ‘dirtier’ energy source than we thought”, National Geographic, https://www.nationalgeographic.com/science/article/super-potent-methane-in-atmosphere-oil-gas-drilling-ice-cores.

[7] Giwangkara, J. (2020), Peta Jalan Transisi Energi Indonesia Menuju Sistem Energi Rendah Karbon, IESR, https://iesr.or.id/wp-content/uploads/2020/09/Slide-Deck-ET-Pathway.pdf.

[8] Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (2019), Kebijakan, regulasi dan inisiatif pengembangan energi surya, http://iesr.or.id/wp-content/uploads/2019/10/2019-10-10-Bahan-Paparan-Akselerasi-PLTS-Mencapai-65-GW-pada-2025-IESR.pdf.

[9] Solar resource maps and GIS data for 200+ countries, Solargis.

[10] “Why did renewables become so cheap so fast? And what can we do to use this global opportunity for green growth?”, Our World in Data,  https://ourworldindata.org/cheap-renewables-growth

[11] Salah satu fakta yang mendukung gagasan bahwa sel surya dapat digunakan secara luas oleh rakyat adalah dari Minter, A. (2021), “Used Solar Panels Are Powering the Developing World”, Bloomberg, https://www.bloomberg.com/opinion/articles/2021-08-25/used-solar-panels-are-powering-the-developing-world.

[12] Vella, H. (2021), “Inside the world’s largest dam-based floating solar power project”, Power Technology, https://www.power-technology.com/features/inside-the-worlds-largest-dam-based-floating-solar-power-project/.

[13] Per 2022, PLTS Apung akan mulai beroperasi di Waduk Cirata, Jawa Barat. Lihat Scully, J. (2021), “Masdar JV begins construction of 145MWac floating PV plant in Indonesia”, PVTECH, https://www.pv-tech.org/masdar-jv-begins-construction-of-145mwac-floating-pv-plant-in-indonesia/.

[14] “Wind energy capacity in Indonesia from 2011 to 2020”, Statista, https://www.statista.com/statistics/1111550/total-wind-capacity-in-indonesia/.

[15] Skenario ini mengambil inspirasi dari Frangoul, A. (2021), Chinese firm announces giant 264-meter tall offshore wind turbine, CNBC, https://www.cnbc.com/2021/08/23/chinese-firm-announces-giant-264-meter-tall-offshore-wind-turbine.html.

[16] Salah satunya di Selat Sunda. Lihat Sandro, R. et al. (2014), “Study of Wind, Tidal Wave and Current Potential in Sunda Strait as an Alternative Energy”, Energy Procedia 47, https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1876610214002367.

[17] Suharmanto, P. et al. (2013), “Indonesian Geothermal Energy Potential as Source of Alternative Energy Power Plant”, Renewable Energy and Energy Conversion Conference and Exhibition (The 2nd Indo EBTKE-CONEX 2013), https://knepublishing.com/index.php/KnE-Energy/article/view/325/1239.

[18] Ongau, M. T. (2015), “Introduction to Geothermal Drilling”, Short Course X on Exploration for Geothermal Resources, organized by UNU-GTP, GDC and KenGen, at Lake Bogoria and Lake Naivasha, Kenya, Nov. 9-Dec. 1, 2015, https://orkustofnun.is/gogn/unu-gtp-sc/UNU-GTP-SC-21-0801.pdf.



Posted

in

by

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *