Yang Cocok

“Anak saya juga suka nulis, Mbak.” ucap Pak Rahman ketika saya menjelaskan pekerjaan saya penulis. Ada nada bangga di suaranya yang saya dengar sayup-sayup di tengah jalanan pagi Jogja menuju statiun. Ketika saya tanya lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa anaknya yang senang menulis ini masih berkuliah di Surabaya. Pak Rahman bangga di tengah kuliah anak keduanya itu masih “ngerjain yang bermanfaat kan bagus mbak. Ketimbang cuma main-main.” tambahnya.

“Yang pertama di mana pak?” tanya saya padanya. “Kalimantan” jawabnya setelah berjeda beberapa waktu. “Jauh juga ya. Bapak rela anaknya diboyong sejauh itu?” jawab saya. Lalu dia tersenyum meski saya yang duduk diboncengan tak bisa melihatnya langsung.

 “Mbak sudah berkeluarga?” tanyanya lagi. “Belum, pak.” jawab saya cepat.

“Nah.. nanti kalau nikah juga ikut suami toh. Laki-laki banyak tapi yang cocok itu susah. Buat apa dipaksa dekat tapi ndak ada yang cocok?” jelasnya.
Saya manggut-manggut mendengar jawabannya. Mencerna sembari senyum-senyum. Lalu, Pak Muhammad Fatkhurrahman melanjutkan nasihatnya. “Cari laki itu ga penting kaya, yang penting cocok dan mau kerja sama. Buat apa kaya lalu cuma ngasi kita uang tapi ndak menghargai?” tuturnya sambil terkekeh.

Saya tak berhenti tersenyum mendengar nasehatnya. Tepat beberapa menit setelah kata-kata itu diucapkan, bapak yang sudah kerja setahun jadi gojek ini berhenti di statiun Tugu Yogyakarta. Saya salami beliau sambil bilang, “Makasih pak. Sehat-sehat.”

Yogyakarta, 2018-8-28

Ivy


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *