Rebah ke Rumah

Ada perasaan lega yang tak terjelaskan kata-kata ketika akhirnya memasuki ruangan kecil bercat putih dengan kusen  biru tua ini. Wangi cat basah yang masih belum sepenuhnya kering, menyeruak di dalam ruangan berukuran tak lebih dari 1×4 meter. Sempit? Iya tapi hati ini lapang. Akhirnya jiwa ini pulang.


Saya ingin berterima kasih banyak dengan Mark Manson untuk tiap layangan kata-kata di bukunya yang berjudul The Subtle Art of Not Giving A F*ck yang selalu menampar hingga membuat sadar. Tentang masalah-masalah yang sering kali kita tutupi, tentang waktu-waktu di mana kita begitu nyaman memilih menjadi korban. Tentang masalah yang tak pernah ada habisnya hingga nafas terakhirmu dihembuskan.

Bahkan sebelum buku ini diselesaikan, Mark Manson telah berhasil membuat saya tergerak untuk menerima masalah yang selama ini mengantung. Tentang rumah, tentang pulang. Setelah lebih dari 10 tahun jadi anak rantau, hari ini akhirnya saya merasa pulang di rumah sendiri. Merasa akhirnya mampu meletakkan beban dan belajar berdamai dengan nilai-nilai yang saya anut. Berhenti menyalahkan keadaan dan memperjuangkan apa yang kamu inginkan.

Kata cukup untukmu dan untuk orang lain akan berbeda. Buat saya, ruangan berukuran kurang dari 1x4meter ini cukup untuk jadi sarang kecil yang mampu membuat saya kembali ke diri. Seperti ruangan ini yang dicipta dari cela-cela ruang yang tersisa, rasa nyaman dan damaipun harus dijalin dengan lebih lentur. Menerima dan melenturkan ego, melemaskan harapan dan ya berkawan karib dengan kenyataan.

Sebagai introvert yang sering dikira ekstrovert, saya mengaku butuh ruang untuk berduaan hanya dengan diri. Hai diri, apa kabar? Mari sini duduk di kamar mungil ini. Terima kasih untuk semua yang kita lalui. Peluk dan sayang selalu untukmu.

 

Padang, 2018-5-9

Ivy

*ditulis dari sarang baru yang kecil di belakang rumah


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *