6: surat untuk penyintas

Beberapa bulan belakangan Indonesia ditubruk dengan bencana yang bertubi-tubi. Banjir yang menyapu dan mencerabut banyak asa dan mimpi dari ribuan rakyat di penjuru Indonesia, abu yang menenggelamkan harapan dan cita-cita dari banyak anak. Saya yang mendengar dan menonton beritanya saja merasa tercabik-cabik. Perih

Sebagian orang berbisik ini tanda-tanda kiamat. Sebagian lain mencibir bahwa ini ulah manusia yang tak pernah mampu menghargai alam. Sebagian lain menuding pihak-pihak tertentu yang menguras ibu pertiwi dengan brutal. Menurut saya penyebabnya konspirasi dari banyak hal, ya sistem ya manusia ya alam.

Saya tak akan berpanjang-panjang dengan penyebab karena apapun sebab dan bentuk bencana itu, dampaknya absolut, korban. Para penyintas yang kehilangan keluarga, kerabat, harta benda dan yang terpenting tujuan hidup.

Tak ada yang mudah sebagai penyintas, tak ada kata yang cukup kuat untuk merekatkan hati yang tercerai karena kehilangan anak, tak ada pelukan yang cukup erat untuk menerima kepergian orang terkasih. Tak ada dan tak akan pernah ada. Lalu untuk apa saya menulis surat ini?

Saya tak ingin menyumpali telinga kalian dengan ucapan manis untuk menenangkan hati, saya tak mau membohongi kalian bahwa semua akan baik-baik saja, tidak. Semua akan sulit namun bukan tak mungkin.

Saya hanya akan mendoakan kalian, sampai saat ini doa masih jadi senjata paling ampuh buat saya. Saya akan berusaha semampu yang saya bisa memastikan kalian tetap hidup. Berjalan kembali dengan semua luka yang ada dan biar waktu membalutnya.

Kenanglah segala kehilangan itu sebagai medali. Kenakan mereka di hatimu bukan untuk melukai, pasang mereka di langkahmu bukan untuk melemahkan. Jadilah kuat jadilah hebat karena para penyintas adalah orang-orang terpilih!

image

Note: saya tau menuliskan jauh lebih mudah dibanding merealisasikan. Tetap berjuang sobat!

T,2014-2-6
Ivy
*biru coba mendoakan


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *