Tumbuh dan besar di kampung yang dekat dengan pantai, saya tumbuh menjadi anak yang tidak terlalu menghargai indahnya laut biru. Saya ogah sering-sering ke pantai. Panas, cepel dan bikin hitam.
Beranjak tahun dan menemukan rumah baru di dinginnya pegunungan bandung. Sekitar 11 tahun di Bandung dan tak pernah saya merindukan tinggal di daerah pantai, sebut saja saya durhaka. Tapi oh sungguh saya ini pecinta gunung ketimbang pantai. Ada yang membuat otak saya meleleh di suasana dingin dan membeku hingga ke ubun-ubun di panas terik. Aneh? Ya begitu adanya.
Lalu ketika akhirnya tahun lalu saya mengambil keputusan besar untuk hengkang jadi TKW dan butuh perjalanan penuh arti, saya teringat saran dari mentor traveller saya ” lia, ini perjalanan luar biasa yang harus dicoba minimal sekali seumur hidup!” Begitu petikan kata-katanya sekitar 10 tahun silam. Maka saya yang tak terlalu suka laut ini, ntah jodoh ntah nasib, kembali dipertemukan pada lautan-lautan biru yang pastinya bersinar terik.
Hasilnya, hal itu sungguh jadi perjalanan paling luar biasa di tahun lalu. Mengalun-alun selama 4 hari di lautan flores, di kapal kecil yang wc nya berjarak kurang semeter dari dapur. menyedihkan? Pemandangan yang ditawarkan membuatmu menelan kembali semua umpatanmu. Sungguh.. Dan saya melakukannya sendiri. Ya saya merasa jadi manusia terbaik di tengah-tengah samudra luas yang ujungnya tak mampu diprediksi.
Perlahan tapi pasti, ada gelitik aneh setiap melihat laut. Mata saya dibuka, ada kisah-kisah menarik jauh di kedalaman laut. Lalu serta merta saya terhanyut. Saya mulai melupakan betapa hitam dan rasa lengket yang menyertai laut menjadi sebuah harga yang harus dibayar untuk keindahan yang ditawarkan. Saya mulai menyukainya.
Saya menemukan banyak pelajaran berharga dari samudra, salah satunya: “melawan gelombang membuatmu terlempar tinggi dan tak menutup kemungkinan kapalmu pecah. Jadi siapkan pelampung dan ikuti gelombang.. ”
Seperti saat ini saya merindu bintang-bintang terang di tengah laut, ketenangan pagi sehabis gelombang besar dan matahari pagi yang mau tak mau membuatmu meneteskan air mata. Hei samudra aku rindu! Walau kamu memabukan aku tak akan kapok mencintamu 🙂
Padang, 2016-2-13
Ivy
*biru merindukan laut biru
#30harimenulissuratcinta
Leave a Reply