Pagi pertama saya di Vietnam terbuat dari pemberitahuan mengejutkan “Dalat Arrived!” di jam 4 subuh. Cuaca Dalat yang drop hingga 15 derajat celcius menyambut saya di pintu bus ketika pertama kali menginjakkan kaki di Dalat. Runtutan berita buruknya, sampai 2 jam lebih cepat dari jadwal di kota kecil pegununggan ini tak ada yang buka. Hotel? Nay nay.. hotelpun tertutup rapat di jam tidur ternikmat ini. Berita baiknya ada bulan setengah dan selangit bintang di atas sana.
The shin tourist atau dikenal dengan shin cafe yang bus nya kami naiki dari Saigon ke Dalat memberhentikan kami di salah satu hotel kelolaannya. Seisi bus dengan sempoyongan turun dan berjalan gontai ke arah hotel tanpa resepsionis itu. Sebagian yang datang dengan celana pendek mulai panik bertukar celana panjang. Lucu juga pikir saya. Di mana kamu melihat orang berganti celana bersama-sama di tengah subuh? Saya nyengir dalam hati.
Sebenarnya kami telah membuat reservasi online untuk tanggal 8 Maret. Tapi, tentu reservasi itu belum berlaku di jam segini. Permasalahan kedua, apa tahan berjalan kaki dengan ransel ke arah hotel yang berjarak sekitar 1,5km dalam hawa yang menusuk tulang untuk memastikannya? Saya dan teman perjalanan saya menimbang-nimbang dalam kantuk. Otak yang ikut beku membuat pikiran kami begitu lambat untuk mencari solusi.
Sebagian penumpang ada yang memutuskan untuk berjalan kaki mencari hotel, ada yang memilih tidur di bangku hotel. Ada yang mondar mandir, ada yang gosok gigi. Saya sendiri mengumpulkan nyawa sembari memutar otak. Menimbang-nimbang apa harus membuat reservasi baru untuk sisa waktu yang tak seberapa ini? “Sayang banget uangnya..” buat yang belum kenal dengan saya, ya jujur saja saya cukup pelit untuk hal-hal begini.
Kembali menimbang dan menimbang, melihat teman seperjalanan yang mulai bersin-bersin karena kelelahan dan kedinginan. Saya pikir tak ada pilihan lain, kami harus merelakan uang untuk melakukan reservasi hotel subuh ini. Kami berdua butuh tidur, titik. Setelah cukup sadar, mencoba berjalan dalam radius beberapa ratus meter, nihil tak ada hotel yang membuka pintunya. Semua lelap.
Maka pilihan satu-satunya hanya bermalam di Hotel Trung Cang ini. Lagi-lagi kebetulan lainnya, satpam dari hotel ini entah datang dari mana tiba-tiba muncul di pos nya. Mencoba mengajaknya bicara yang segera ditolak dengan gelengan dan lambaian tangan. Karena dia satu-satunya harapan, saya mencoba menjelaskan dengan segala cara, untuk menanyakan kamar di hotel ini. Saya sering kagum dengan kemampuan manusia berkomunikasi meski tanpa memahami bahasa, sang satpam hanya menganguk-angguk dan masuk ke dalam. 5 menit berselang dia keluar dan meangguk-anggukkan kepala, disusul dengan seorang perempuan yang bisa berbahasa Inggris.
Meski berat hati dengan harga hotel per malam yang sudah coba saya nego berkali-kali itu, saya mengiyakan membayarnya.
Pelajaran penting ketiga:
berhemat itu boleh, tapi jika pilihannya kondisi tubuh atau uang, pilih tubuhmu!
Berada jauh dari negara asalmu, sakit tentu bukan hal yang diinginkan. Jadi pandai-pandai lah menimbang mampumu. Ketika postingan ini dituli pagi tadi, saya sudah bangun dengan segar dan mengisi perut dengan roti khas vietnam ditambah telor dadar hangat dan ham nikmat. Pilihan saya tepat. Sekian
Dalat, 2018-03-08
ivy
Leave a Reply