“Li, Donny coma di Borromeus. Dia stroke kemarin.”
Saya butuh beberapa menit untuk membaca kalimat tersebut di gawai saya, lagi dan lagi. Seperti bongkahan batu yang terselip di dalam nasi yang kau makan, berita ini membuat tersedak dan kepala penuh dengan pertanyaan.
Saya diam dulu beberapa menit, membiarkan berbagai pertanyaan, “koq bisa?” yang berulang-ulang muncul tersebut mengendap. Memprosesnya dengan kalimat yang lebih praktis dan berguna bagi sang teman yang notabennya punya hubungan yang lebih dekat ketimbang saya.
“Kalau mau rosario bareng, kabari ya.” hanya ini yang akhirnya saya tulisan. Tawaran yang segara dijawab, “Besok ya. Aku baru beres novena.” Meski ternyata besok tak pernah ada bagi orang yang ingin kami doakan. Siang ini Donny berpulang.
Ini kali kedua saya mendapatkan berita kematian yang membuat jantung meloncat karena ketidak tertebakan kejadiannya. Tahun 2019 silam, tabrakan dan sekarang di awal 2020.
“Aku baru kontak ama dia minggu lalu ngobrolin tentang jalan-jalan..” begitu ucap saya pada salah satu teman yang juga terkejut dengan berita mendadak ini. “Gua baru ketemu dia Sabtu kemarin, Li.” Tapi, rupanya begitulah hidup, tak pernah ada rencana kematian. Kita tak pernah tau kapan dan di mana semuanya terjadi.
Mungkin benar yang ditulis oleh teman baik saya, “Yes, we live then we leave…” Pernyataan yang cepat-cepat membuat saya berpikir, lalu apa saya sudah menghidup hidup saya? Apa akan ada sesal yang saya simpan jika kematian datang menjemput tiba-tiba.
Seterkejutnya saya dengan segala berita tersebut, saya pikir mereka beruntung karena proses singkat yang mereka lalui. “Tiba-tiba”
Oh, menyoal mimpi saya tak berubah. Jikalau boleh, ijinkan saya mati dalam tidur. Tanpa banyak pemberitahuan, tanpa banyak pertunjukan. Dalam hening, padatempat tidur, bantal dan guling yang saya kenal betul wanginya.
Kalau kamu, jika boleh meminta, kematian seperti apa yang kamu inginkan?
Padang, 2020-1-15
Ivy
Leave a Reply