Seminggu terakhir saya mencoba untuk mengurangi penggunaan plastik. Ya, plastik yang sedemikian lekatnya dengan kehidupan. Sesuatu yang telah berakar demikian dalam dan butuh banyak pengorbanan untuk mencongkelnya keluar. (Obrolan plastik harus jadi obrolan tersendiri) Kembali ke perjuangan awal untuk mengurangi plastik ini, membuat saya menggunakan kembali kotak bekal setiap membeli makan.
Berbeda dengan bungkus plastik dan sterofoam sekali pakai yang langsung bisa dibuang, kotak bekal butuh dicuci untuk digunakan kembali. Dari proses ini rupa-rupanya ada permenungan baru yang saya temukan.
Sebelumnya saya meyakini bahwa saya tak terlalu suka pekerjaan rumah mencuci piring. Semisal saya menawarkan melakukannya semata-mata karena saya tak pernah terpanggil untuk memasak. Sebagai balas jasa atas masakannya, rasanya pantaslah saya jadi seksi sibuk untuk mencuci. Pun hal ini masih terus berlangsung hingga sekarang.
Mencuci kotak bekal setiap hari selama sekitar kurang dari seminggu saya sadar satu hal. Ternyata saya bukan tak suka mencuci piring, saya hanya tak suka melakukannya di wastafel yang terlalu rendah. “Bikin sakit pinggang..” itu keluhan yang menghampiri sesudahnya.
Ketika pemikiran ini muncul saya tersenyum-senyum sendiri mendapatinya. Manusia sering kali mengeneralisasi suatu sebagai hal yang paling dihindari, padahal mungkin bukan kegiatannya yang dihindari namun alat penunjangnya saja yang belum pas.
Mungkin bukan prosesnya tapi gurunya yang berbeda gaya. Mungkin bukan pestanya tapi patnernya yang tak sesuai. Mungkin dan berbagai mungkin lainnya.
Apa tulisan ini menandakan saya semakin tua dan semakin picky dengan berbagai macam benda? Bisa jadi. Haha..
Bandung, dago 485
Ivy
Leave a Reply