27 Steps of May

inst-image14-083499636f829a40beef1a1a010e84ab
picture from google

Ada film yang dibuat untuk memuaskan keinginan penonton (kebanyakan). Ada juga film yang dibuat untuk menyampaikan pesan tertentu. Film terbaik adalah film-film yang mampu merangkum kedua hal tersebut, idealnya. Tapi, beberapa (pesan) kenyataan tak peduli dikemas semanis apapun tetap saja pahit bukan?

27 Step of May setara obat pahit yang rasanya mungkin tak disukai banyak orang, namun ampuh menceritakan pesan-pesannya. Hening namun meninggalkan lengkingan yang sulit dilupa.

Berbicara tentang film besutan Ravi Bharwani ini seperti berbicara tentang kilasan gambar yang dirangkai menjadi cerita tanpa banyak dialog. Narasi besarnya tersirat dalam simbol-simbol yang ada hampir di seluruh cerita. Bukan film yang akan mencekokimu dengan makanan siap saji, namun mengajak penonton untuk ikut serta memasak dan mencicipi sendiri makanan itu bersama melajunya film.

Dengan cara bertutur semacam ini, tentu saja alur film ini menjadi begitu perlahan. Ada repitisi yang berulang-ulang dengan tambahan remah-remah informasi yang ditabur bersama dengan berjalannya waktu.

Riset menahun dari tim 27 Step of May membuat psikologis dari korban pelecehan seksual digambarkan dengan sangat utuh dan bulat di sini. Betapa mereka butuh repitisi untuk dapat bertahan hidup, ruangan aman, kegiatan berulang, makanan yang sama, rutinitas yang sama.

Hal penting lain yang sering luput disadari tentang korban pelecehan seksual adalah kondisi keluarga. Betapa luka yang disebabkan tak hanya berpengaruh pada 1 individu saja. Betapa perasaan bersalah itu menggantung dan tak jarang membuat rantai masalah lainnya. Kebingungan, ketakutan, kecemasan dan rasa-rasa lainnya. Betapa proses memahami itu butuh usaha dan waktu, merangkak dari lubang kecil yang memancarkan cahaya untuk pelan-pelan menunjukkan jalan keluar.

Film yang ditulis dan juga ikut disutradarai oleh sang penulis Rayya Makarim ini penuh dengan taburan simbol. Ada beberapa alur cerita yang terasa melompat atau seakan tak masuk akal jika dilihat dari sudut pandang orang normal. Tapi ingat, ada dunia berbeda bagi korban-korban di balik sana. Mereka melihat dunia dengan cara yang tak sama.

Apa gunanya menyaksikan film tentang perempun depresif? Banyak. Di akhir film ini mengajak kita untuk menjadi lebih peka dan lebih manusia. Rasanya bukan tanpa sengaja film ini muncul di akhir April dan berjudul May. Paling tidak buat saya, film ini bak piagam kecil untuk para korban dan keluarga kerusuhan Mei 98.

Bravo untuk Raihaanun dan Lukman Sardi untuk perannya yang begitu menjiwai. Untuk semua tim yang terlibat dalam 27 step of May, terima kasih untuk usahanya, terima kasih telah membuat film semacam ini ada. Ini langkah kecil yang begitu berarti.

Seperti kalian, saya juga percaya, selalu ada keajaiban di luar sana!


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *