Berpisah

“Apa yang membuat dua orang yang pernah begitu mencintai lalu memilih berpisah?” tanya saya suatu waktu ke salah satu teman.

Dalam beberapa tahun terakhir ini saya santer mendengarkan beberapa berita perpisahan. Berita yang datang dari orang-orang yang saya yakin persis pernah saling mencinta. Pernah begitu teryakinkan untuk menjadi bagian satu sama lain. Pernah begitu percaya bahwa mereka akan menua bersama.

Apa yang membuat mereka menyerah dan memilih berpisah? Setelah jeda beberapa teman saya menjawab,

Berbeda arah? mungkin.

Kala itu saya sepakat dengannya. Kami yang tak pernah tiba di tahapan itu mencoba meraba-raba.

Di tengah keheningan dunia dan kerusuhan kepala di silent retreat kemarin, satu pemikiran muncul. Selain berbeda arah, ada satu hal lain yang juga mampu menetaskaan perpisahan yaitu berbeda kecepatan.

Berbeda arah membuat dua roda yang tadinya bergerak seimbang mulai merenggang perlahan-lahan dan patah. Berbeda kecepatan membuat roda yang cepat menyeret-nyeret roda yang lambat. Kerja salah satu roda menjadi lebih berat dan pelan-pelan membuatnya menyerah.

Mengapa? Apa yang membuat perubahan ini terjadi? Bukankah setiap tarikan nafas yang kita ambil adalah nafas yang berbeda? Mantra tak tertolak dari Siddhartha Gautama tergiang di kepala saya:

“Anicca, Anicca, Anicca”  Everything was impermanent, and changing.

Jalinan paling murni sekalipun kelak akan terpisahkan oleh maut pada jangka waktu yang tak bisa diprediksi. Lalu apa ada gunanya memulai jika suatu waktu di masa depan sana ia akan berakhir? Saya rasa jawabannya ada di kini.

Menikmati yang datang pada masanya, dan melepaskan dengan rela ketika semua tak lagi sama. Kekasih jiwa, harta pun raga. 

 

 

Dago 485, 2019-07-08

ivy

*Biru yang penuh dengan pemikiran

 

 

 

 


One response to “Berpisah”

  1. […] melalui [Thought] Berpisah […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *