“Alarmnya gampang, kalau uda mulai ngomel dan misu-misu artinya ada yang salah dengan diri..” ucap saya Sabtu kemarin di depan jejeran pegunungan yang memagari Gianyar dan Bali.
Teman saya ketika itu tertawa terbahak-bahak. “Ga bisa membayangkanmu ngomel-ngomel Nat!” ucapnya. Saya hanya tersenyum menanggapinya karena tau persis betapa menyebalkannya diri ketika sedang mengomel.
Kemarin malam, seorang teman mengirimkan link podcast dari Pico Iyer yang berjudul The Urgency on slowing down. Setelah berjalan santai pagi ini, dan kembali ke kamar dengan sepaket bubur bali, saya mendengarkan podcast tersebut sembari menyuapkan bubur ke mulut saya.
Klik.
Saya berhenti mengunyah.
Klik.
Sinar matahari yang menembus pelan-pelan menyapu muka.
Klik.
Saya meremang.
Ada banyak klik dari perbincangan 51 menit antara Pico Iyer dengan Krista Tippet menyoal memelan.
Betapa luar biasa semesta berkompromi bukan? Atau betapa luar biasa ketika kamu meminta sesuatu terjadi? Saya terima keduanya.
Sekitar awal bulan April lalu saya menuliskan tentang betapa saya butuh duduk untuk meluruhkan segala hal yang tengah terjadi setelah moda hidup yang terasa seperti fast forward. Diberi waktu untuk menjamah lagi sekujur tubuh dan mendapati apa-apa yang terluka dari perjalanan panjang lalu.
“We have more information and less space to make sense of it.” I mean, that’s also that — it’s not just the pace, but the room to make meaning as well as just be processing or getting through our to-do lists. You’re extracting the meaning only when you’re away from it” ~ Pico Iyer, The Urgency of Slowing Down.
Salah satu hal yang bisa saya ekstraksi dari perjalanan 5 bulan yang berat dan penuh tantangan itu adalah, bahwa manusia contoh konkritnya saya, akan cenderung menjadi complainer ketika merasa ada yang tak puas dengan hati. Ada yang tak bisa diterima diri.
Omelan adalah alarm perdana yang akan terus menerus mendengung ketika kita melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Ketika kita merasa ada yang tak adil dengan situasi ini, ketika apa yang ada di luar tak sejalan dengan apa yang ada di dalam, gesekan batin.
Saya percaya hipotesa ini masih jauh untuk menjadi teori, tapi akan berlaku bagi para perempuan yang seringnya vokal dalam berbicara. Jika teman baikmu hanya penuh dengan omelan, coba berikan kaca padanya. “Apa yang sebenarnya tidak kamu sukai?”
Sore ini pun perbincangan tentang omelan berlanjut dengan seorang teman lain hingga saya berkata, Hidup itu simple, intinya hanya butuh rela dengan pilihan apapun yang kita putuskan.
Hal selanjunya yang butuh kita lakukan adalah belajar aware jika diri mulai complain. Alarm ini mengingatkan kita bahwa ada maling yang memasuki teritori kita. Langkah selanjutnya, Do something until u don’t complain. Berbuat sesuatu ini, bisa saja belajar menerima. Tentu saja selama kamu mampu berdamai dengannya, maka semua aman-aman saja. Limit batasnya diri masing-masing.
Ini ringkasan tahapan dan pelajaran dari segala kerusuhan yang terjadi dalam tahun ini:
1. Omelan atau komplain adalah alarm pertama yang menandakan ada sesuatu yang menganggu batinmu. Sadari.
2. Cari tau hal apa yang membuatmu komplain. Setiap kali kamu mulai komplain pada teman atau sahabat, komplain ini biasanya akan berulang lagi dan lagi untuk hal yang sama. Sadari hal apa yang paling membuatmu kesal. Tentang boss yang banyak mau, tentang pekerjaan yang demanding, tentang kantor yang suntuk, tentang kemacetan, tentang pasangan yang semena-mena, tentang liburan yang tak pernah cukup. Tentang gaji yang selalu kurang. Pay attention to it.
3. Do something. Ketika kamu tau persis masalahnya, maka kamu bisa mencari penawarnya. Cari jalan tengah, berdiskusi dengan diri sendiri menyoal limit dan batas toleransimu. Temukan formula khususmu untuk menyelesaikannya, hingga akhirnya kamu bisa berkata. “Now it is fair..” atau bisa jadi akhirya, ” I will accept it.”
Tentu saja ini bukan sesuatu yang bisa putus dilakukan dalam sekali jalan. hal ini akan jadi trial and error. Tapi rute di atas bisa dijadikan kisi-kisi untuk memastikanmu sebarapa jauh dari dirimu.
Semoga perlahan-lahan komplain dalam hidupmu semakin berkurang. Semoga ^^
Andong, Ubud 2019-04-16
ivy
NOTE:
Dearmyself, UNTUK DIRENUNGKAN: Ada banyak lagi petuah-petuah menarik yang membuat saya terdiam beberapa saat untuk memprosesnya. Satu yang pasti, menemukan Pico Iyer pagi ini tentu bukan tanpa sebab. Kebetulan? Saya yakin ini adalah remahan roti pada jalan. Pertanyaanya, sejauh mana kamu ingin ikut berjalan?
PS: Kepada yang mempertemukan, terim kasih ^^V
Leave a Reply