Malam sebelum keberangkatan, saya dan seorang teman berjanji bertemu di salah satu restoran di LCCT. Iya, ini cerita lama ketika bandara air asia masih sejelek terminal bus. Kami bertolak dari dua tempat berbeda, teman saya memilih datang sehari lebih dulu untuk sekalian menjambangi beberapa tempat di Kuala Lumpur. Singkat cerita, sekitar pukul 9 malam saya…
Malam sebelum keberangkatan, saya dan seorang teman berjanji bertemu di salah satu restoran di LCCT. Iya, ini cerita lama ketika bandara air asia masih sejelek terminal bus. Kami bertolak dari dua tempat berbeda, teman saya memilih datang sehari lebih dulu untuk sekalian menjambangi beberapa tempat di Kuala Lumpur. Singkat cerita, sekitar pukul 9 malam saya dan Babay berjumpa, kami begitu antusias dengan perjalanan ini. Rencananya kami akan tidur di bandara untuk menghemat pengeluaran. Toh, pesawat kami akan mengudara pukul 6.50 pgi.
Babay yang sudah terlebih dahulu tidur semalam di bandara, mengajak saya ke spot favoritnya. “Kak, kita tidur di musolah saja! Lumayan masih bisa tidur-tidur ayam dan harusnya akan lebih aman” Ajakan yang langsung saya iyakan. Kami menyetel alarm pukul 4.00 pagi, cuci muka dan gosok gigi mencari cemilan lalu bergegas masuk ke ruang tunggu. Rencana yang sempurna.
Sekitar pukul 4.00 kami bangun dari tidur yang tidak terlalu nyenyak. Malam ini musholah cukup penuh dan sering kali kami terbangun mendapati ada orang baru yang “nyempil” di samping. Berkemas barang, mencuci muka dan kemudian bergegas mencari kopi dan teh untuk teman sarapan. Check in dan kemudian duduk dengan tenang di ruang tunggu. ketika itu baru pukul setengah 6. Kami masih punya waktu sekitar sejam lebih untuk menunggu.
Merasa sudah tenang kami duduk ngobrol, berkeliling ruang tunggu, membicarakan rencana rencana untuk perjalanan sesampai di siem reap nanti. Dalam selang waktu menunggu, Babay yang dari kemarin sudah mengeluh sakit maag merasa tidak enak perut dan berakhir dengan muntah. Saya cukup panik, namun dengan tenang Babay bilang “Gapapa Ka Nat.. Habis minum obat harusnya baikan.” Saya menawarkan makanan dan menyuruh Babay untuk beristirahat barang sebentar.
Selama Babay beristirahat saya duduk manis sembari berselancar di dunia maya. Dang! Tiba-tiba saya tersadar pukul sudah menunjukan pukul 6.50. Ada yang aneh, mengapa sedari tadi kami tidak mendengarkan panggilan apapun. Maka saya bergegas mencari salah satu petugas yang dengan datarnya berkata “pesawat ke siem reap sudah boarding barusan!” . Sontak saja saya marah dan kesal, saya bilang kami tak mendengar panggilan apapun. Setelah bersitegang dengan suara cukup kencang, baru tersadari kami diarahkan menunggu di ruang tunggu yang salah.
Perasaan saya saat itu campur aduk antara kesal, marah dan kecewa. Tak ada pengantian apa-apa dari pihak air asia untuk kesalahan ini. Ya bisa jadi saya yang kurang gigih memperjuangkannya. Panik dan kurang tidur memang bukan kombinasi yang baik. Sempat ada drama-drama galau, bingung dan sedih. Mau maksa berangkat lewat pnom phen? pulang aja? beli tiket baru siang ini? atau beli tiket besok? Akhirnya kami membayar 100 rm/ orang untuk tiket yang sama di hari selanjutnya. Terima kasih untuk Mba Zalwatul yang membantu kami di tengah kegalauan itu.
Pelajaran yang saya dapat dari pengalaman ini :
1. Pastikan lagi letak ruang tunggu keberangkatanmu di monitor-monitor yang ada
2. Lapor pada petugas ketika sampai di ruang tunggu ( kami datang begitu pagi dan saat itu tak ada petugas, lalu lupa untuk melapor)
3. Well, Shit happen as always! Just be ready ^^
Padang, 2015-11-10
ivy
Leave a Reply