“Ya sejak jadi pengangguran mbak!” ucap Mas Andi dengan santai sembari membalik wajannya di atas tungku. Saya yang sedang mengunyah kerak telor sempat terdiam, sampai tawa Mas Andi mencairkan keadaan.
Lelaki lulusan SMEA ini terkekeh lalu melanjutkan kisahnya. “Sudah delapan tahun saya jualan. Lagian untung saya dipecat! Kalau tau gini, dari dulu aja saya buka usaha” tambahnya dengan senyum yang lebih lebar.

Pria asli Betawi yang kampungnya di Rempoak ini mengaku, sebelumya tidak pernah tau cara memasak kerak telur. “Alhamdulillah, diajarin teman, mbak. Beh.. sebelumnya uda nyoba macam-macam. Jadi tukang sayur pernah, jadi tukang nasi kuning juga pernah. Semuanya apes. Ya akhirnya, kerak telor ini yang jadi penyambung hidup saya.” kenangnya.
Penganan khas Betawi yang paling tenar di PRJ ini memang susah-susah gampang untuk dicari. Makanan sederhana yang terdiri dari campuran beras putih, telur, ebi, kelapa parut dan rempah-rempah seperti gula, lada, kencur dan garam ini memang punya cita rasa unik yang membuatmu rindu.
“Rasa makanan ini ngangenin mbak!” kata salah satu pelanggan CFD yang begitu senang ketika menemukan gerobak kecil Mas Andi yang berada tak jauh dari mall FX di Jalan Sudirman. Hal ini dapat dimaklumi, karena hanya mas Andi satu-satunya penjual kerak telor di sekitar sana.
Telor ayam atau telor bebek mas?” tanya pria dengan tiga anak ini pada salah satu pelanggan. Makanan berbumbu kelapa ini memang telah mengalami sedikit modifikasi. Makanan yang konon katanya sudah ada sejak zaman Belanda ini dulunya hanya dibuat dengan telor bebek, sekarang telah tersedia dengan pilihan telor ayam.

Mas Andi sendiri punya beberapa rencana untuk membuat modifikasi pada kerak telor jualannya, seperti menambahkan tuna atau jagung pada adonan. Tapi lagi-lagi terkendala dengan harga yang takutnya akan melunjak dan membuatnya kehilangan pelanggan, sehingga niat ini sampai sekarang masih urung dilakukan.
Makanan yang mendapatkan aroma khasnya dari bakaran arang batok ini sudah 4 tahun dijajahkan di area Car Free Day (CFD). Pagi-pagi sekali setelah sholat subuh, mas Andi sudah siap dengan tungku dan wajannya. Biasanya setiap hari minggu pagi dia bisa menjual sekitar 25-30 bungkus kerak telor.
Selain di CFD, biasanya kerak telor ini dijajahkan di Gelora Bung Karno pada hari sabtu dan minggu atau ketika sedang ada acara. “Omset kotor saya kalau sedang ada acara di GBK bisa mencapi 1,2 juta dalam sehari.” ucapnya penuh bangga.
Sebelum GBK mengalami renovasi, setiap minggu anak sulung ikut membantu berjualan. “Ya satu di GBK satu di CFD, lumayan mbak.” Kerak telor buatan sang anak sudah mampu menandingi keenakan kerak telor ayahnya. Mas Andi dengan haru berkata, sang anak tidak malu membantunya berjualan. Kegiatan ini telah dilakukan si sulung sedari SMP. “saya kasih persenan 20% dari penjualan, biar semangat.”
Pada hari biasa, kerak telor yang telah bergabung dalam paguyuban kaki lima ini hanya berjualan di pasar malam sekitar daerah rumahnya Cileduk. Tapi jangan cemas, kerak telor Mas Andi sudah bisa dipesan melalui whatsapp. “Tapi yang bayar gojeknya ya yang mesan!” celotehnya sembari memamerkan telepon gengam android.
“kerak telor ini yang menyekolahi anak-anak saya. Tapi sepertinya saya generasi terakhir..” curhatnya ketika menceritakan keinginan anak sulung yang ingin jadi polisi. Sebelum pamit saya mendoakan, semoga ada jiwa muda lain yang berjodoh dengan makanan kuno legendaris Betawi ini.
Makanan khas itu ciri penting dan rekam jejak dari suatu kota, ibu kota Sunda Kelapa sekalipun. Semoga lestari. Semoga si kerak telor juga menemukan penyambung hidupnya di Jakarta.
“Saya masih muda koq mbak! Belum 60.. Selagi masih hidup ya saya aja.” Kelakar Mas Andi.
*tulisan ini ditulis dalam rangka mengikuti linkers academy #citylink #linkersacademybatch3 #linkersacademy #linkersmagz #cfd
Leave a Reply