Masih cerita tentang Takengon, pagi itu hari ketiga saya di sana. Belum sekalipun saya melihat matahai tersenyum lebar bertahta di langit biru. Tak apa, cuaca memang punya jadwal sendiri dan di sana seni dari tiap perjalanan.
Sebenarnya pagi itu saya lebih peduli dengan tiket bus yang ternyata penuh. Memang saya orang yang jarang membuat rencana panjang dan biarkan hati dan kaki yang kelak memutuskan. Ya kadang konsekuensinya begini, sedikit panik jika dibutuhkan. Tapi sampai saat ini saya selalu bertemu kebetulan dan peruntungan. Ada saja berkah dan teman baru yang membantu saya, tiket bus terakhirpun berpindah ke tangan saya ditambahi hadiah langit biru cerah.
Rasa-rasanya langit biru ini ciuman perpisahan Takengon untuk saya. Kota ini ingin memperlihatkan lekuk-lekuknya di bawah langit biru. Seksi!
Leave a Reply