Janda dari Jirah

img_7569
Janda Dari Jirah, Jogjakarta 2018

Sebuah buku bersampul perempuan cantik dengan rambut tergerai dan kimono adalah cover yang dipilih Cok Sawitri untuk bukunya yang berjudul Janda dari Jirah. Saya pagut-pagut buku dengan dominasi warnanya cream dan begitu perempuan, tak percaya ini pilihan Cok Sawitri, manis betul. Tanya ini yang akhirnya membuat saya mencoba membaca buku yang berjudul Janda dari Jirah ini.

Buku dengan tebal 192 halaman ini punya bahasa yang luwes dan begitu unik. Seakan berdendang dan berpuisi, penuh dengan pilihan frasa menarik yang jarang didengar sehingga memperkaya khasanah rasa.

Bagi saya yang buta dengan cerita-cerita sejarah Jawa-Bali, membaca buku ini meninggalkan banyak tanya di kepala. Rangda Ing Jirah/ Janda Dari Jirah begitu kental dengan sejarah. Tentang Raja Airlangga, tentang kerjaan Medang yang merupakan asal muasal Kerajaan Kadiri.

Apa semua yang ditulis adalah sejarah? Apa setengahnya? Apa ini interpretasi bebas? Apa Jirah itu benar-benar suatu tempat?

“jirah itu sebenarnya apa om?” tanya saya pada Pak Sal Murgianto suatu pagi di rumahnya yang nyaman. Dari perbincangan ini kemudian saya dibantu paham tentang kedalaman cerita Cok Sawitri.

“Jirah atau Dirah itu adalah nama suatu tempat di Jawa Timur. Rangda Ing Jirah itu sebenarnya yang dipentaskan sebagai Leak di Bali.” penjelasan ini segera membuat saya terlena.

“Cok hanya ingin mengintepretasikannya dengan cara yang berbeda..” tambahnya. Dengan segera satu kaitan bertemu. Hal ini segera menjelaskan mengapa cara bertutur di buku ini begitu berbunga dalam menggambarkan Janda Jirah. Berlebihan jika boleh saya katakan, tapi mungkin yang Cok inginkan sebenarnya hanya mengingatkan segala hal tergantung dari cara kita memandangnya. Leak juga intepretasi berlebihan yang dilekatkan pada Janda Jirah. Cok hanya melakukan cara yang sama di kutub yang berbeda.

Ada beberapa kedalaman kalimat yang membuat buku yang begitu sureal ini masih mampu dikaitkan dengan kenyataan. Kata-kata bijak yang diselipkan Cok dalam dogengnya yang begitu magis. Butuh kejelian untuk menangkap sentilan-sentilan yang ingin disampaikan.

Tapi satu yang bisa saya simpulkan, yang menanglah yang menulis sejarah. Maka beri ruang untuk intepretasi lain, karena selalu ada

Untuk sebuh novel, buku yang masuk dalam nominasi Khatulistiwa Awards 2007 ini cukup jadi pengingat yang manis. Bahwa yang menanglah yang menulis sejarah. Akan selalu ada hal-hal tak terceritakan di balik perebutan kekuasaan. Akan selalu ada hal-hal berdarah dibalik megah-megah suatu kerajaan.

Hal-hal tak diinginkan ini seringkali dikubur dan dicarikan mitologi untuk menghitamkannya. Seperti cover bukunya yang manis namun berisikan sejarah kelam. Apa itu maksud tersirat yang ingin disampaikan sang penulis yang memang senang bermain simbol?

Lalu, apa itu juga yang terjadi pada leak? mungkin.

 

 

Sentonorejo, Jogjakarta 2018-08-21

ivy

 

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *