Teruntuk yang di Surga

Pa, apa kabar?

Setahun lalu, aku mengirimimu surat dari Nuwara Eliya. Pagi itu, di depan danau buatan yang membentang indah aku sadar ada hal-hal yang tak membutuhkan jawaban. Aku berjanji mengeluarkan pertanyaan itu dari ranselku dan berdamai dengannya. Tenang dan ringan.

Setahun kemudian di hari yang sama, Bandung mendung. Ada beban pertanyaan lain yang kini menyesaki ranselku. Aku tak pernah tau bahwa ransel kosong tahun lalu adalah persiapan untuk menerima beban tanya yang lebih banyak untuk waktu ke depannya.

Sebut saja misteri semesta. Kita memang tak pernah tau betapa besar semua ini bisa merentang. Betapa banyak yang bisa terjadi dalam satu tahun. Betapa banyak hal yang bisa terjadi dalam satu bulan, satu minggu atau bahkan hanya satu hari. Ya, kami kehilangan mama dalam satu hari.

Apa mama sudah di sana, Pa?

2020 penuh kejutan Pa. Di mulai dengan begitu antusias dan diakhiri dengan berbagai patah hati telak di sana dan sini. Babak belur. Patah patah yang cukup dalam. Patah-patah yang rasanya tak akan sembuh seutuhnya. Patah-patah yang pasti memberi carut besar di sini.

Tak banyak janji yang bisa kuumbar kali ini. Doanya sederhana, masih mampu bertahan sehat dan waras di tahun 2020 ini.

Kalau pun ada hal yang mampu menghiburku, itu adalah bayangan bahwa kalian tengah indohoy bahagia di atas sana.

—–

Salam rindu,

anakmu yang biru dan merindu.


One response to “Teruntuk yang di Surga”

  1. Puteno Avatar

    2020 memang tahun yang uwow mba. Tetap sehat dan tetap semangat. Menulislah selama engkau masih mampu menulisnya. Terima kasih karena masih tetap waras dan bertahan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *