Morning Ritual

“Emangnya kamu bangun jam berapa?” tanya seorang teman yang jadi cukup gemas karena ajakan mainnya (yang super pagi) sering saya tolak.

Jawab saya, “bukan bangunnya tapi siapnya yang lama.”

Sejak 6 bulan terakhir, saya belajar untuk menyediakan pagi bagi diri. Saya menjadikan waktu pagi sebagai sesuatu yang sakral, waktu yang tak ingin saya buru-buru dan gunakan serampangan.

Saya membiasakan diri untuk bangun tanpa alarm. Lalu mengambil jeda sesaat, meregangkan badan, meneguk air lemon dan melakukan meditasi selama 20 menit. Dari sini saya kemudian jurnaling, menyiapkan makan pagi berupa buah dan membaca sembari mengudapnya dalam tenang.

Baru setelah siap, saya akan menarik nafas panjang dan berkata “Hey world, i am ready!” Lalu menyalakan gawai eletronik dan memulai aktivitas saya hari itu.

Tambahan ritual ini tentu mendatangkan beberapa keterbatasan. Salah satunya saya yang dulunya paling mudah memberi jawaban ya untuk ajakan main, kini jadi sangat selektif dalam menerima tawaran apapun terutama di pagi hari.

Bisa jadi buat orang lain ritual ini semacam berlebihan ya. Tapi setelah 6 bulan menjalaninya, saya merasa banyak hal positif yang saya dulang dari sini. Buat saya, ritual ini seumpama jaket yang tebal untuk menghadapi hari, membuat saya lebih mampu tenang dan gagah menghadapi amukan masalah yang mungkin terjadi.

Hidup ini toh tentang prioritas dan saya sedang belajar untuk menjadi orang tua bagi diri sendiri. Memilah dan memilih prioritas agar mampu menjadi diri yang kian berkembang dan dewasa.

Kalau kamu punya ritual apa untuk menjaga kewarasanmu?

Bandung, 2021-11-13

Ivy


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *