Let things Happen

photo-5-14-15-12-41-57

 

Dari sini saya selalu belajar tiap tambahan tanjakan ataupun kelokan pasti akan membawa kita pada sebuah perjalanan. Kita hanya perlu lebih terbuka dengan semua kemungkinan yang ada. Bersedia dan menerima.

Akhir tahun lalu, di jam-jam begini saya sedang berjalan cepat di Bandara Kuala Namu Medan. Datang ke bandara tanpa tiket? Ini kali kedua. Dulu saya melakukannya dengan beberapa teman dan bukan dalam perjalanan impulsif. Hanya keputusan spontan untuk mencoba peruntungan mengganti sarana transportasi dari feri menjadi pesawat.

Siapa tahu kita beruntung, sesederhana itu.

Kali ini, saya sendiri dengan dua ransel yang memberati bahu. Dengan pakaian lusuh setelah perjalanan sekitar 6 jam dengan bus malam dari Takengon menuju Medan. Jangan tanyakan mandi, bahkan mengosok gigipun saya belum. Setidaknya lontong seharga delapan ribu di depan shuttle bus menuju bandara sudah mengisi perut saya.

“Turun, belok kiri trus lurus saja!” ucap satpam bandara sembari menunjukkan eskalator turun. Saya seret ransel yang melekat di depan dan di belakang tubuh saya mengikuti arahan satpam ini. Berjalan setengah cemas setengah mengantuk, akhirnya saya menemukan kantor penjualan tiket.

Pada pintu depan terpampang tulisan “tidak menjual tiket untuk keberangkatan beberapa jam sebelum”. Saya sempat bingung namun memutuskan untuk masuk. Rupa-rupanya papan itu dipasang karena penerbangan untuk hari ini hampir di seluruh maskapai telah terjual.

“Kalau untuk besok ada nggak, Mas?” tanya saya sendu. Harga tiket Medan ke Padang biasanya hanya berkisar sekitar 500ribu rupiah dan saat ini harga tiket sudah naik minimal dua kali lipat harga normal. “Dua hari lalu saya lihat harganya masih 600ribuan, Mas.” Keluh saya lebih sebagai curhat dibanding tudingan.

“Kenapa waktu itu nggak diambil saja, Mbak?” tanyanya setengah prihatin; entah karena kondisi saya yang belum mandi atau bau jalanan. Berselang beberapa saat kemudian, sebuah keajaiban terjadi. Sebuah tiket dengan harga 850ribu rupiah yang telah dipesan akan segera kehabisan waktu booking-nya karena belum juga dibayar.

“Mbak, KTPnya mana? Pesawat besok siang, ya! Semoga dapat, kita harus adu cepat dengan yang lain untuk mengambilnya!” ucapnya gegas. Muka bantal saya segera menjadi segar. Saya mengulurkan KTP dan berharap-harap cemas. Mata tak saya lepaskan dari setiap gerakan kecil yang dilakukan Mas di depan saya. Menanti dalam ketegangan sembari memanjatkan doa singkat.

“Biasanya tiket begini hanya kami berikan untuk keluarga pegawai, Mbak!” ucapnya ketika menyodori saya tiket dan KTP. Saya tak bisa berkata-kata saat itu. Hanya menyalaminya dan berkata, “Terima kasih untuk hadiah tahun baru ini. Semoga Tuhan memberkati!” Kata-kata ini saya ucapkan berkali-kali saking bahagianya.

Tahun lalu, saya dikejutkan hidup dengan banyak kejutan yang tak pernah saya duga. Banyak darinya berbuah manis. Menemukan sahabat-sahabat baru, mendengarkan kisah-kisah memukau, menemukan ‘rumah’ untuk pulang, menemukan ‘sarang’.

Dari sini saya selalu belajar tiap tambahan tanjakan ataupun kelokan pasti akan membawa kita pada sebuah perjalanan. Kita hanya perlu lebih terbuka dengan semua kemungkinan yang ada. Bersedia dan menerima.

Tahun ini, saya menghindari segala ajakan perjalanan dan pesta-pora. Saya memilih menikmati pergantian tahun ini dalam tenang. Saya ingin berdiam, mengangumi, dan menunggu. Saya hanya ingin tahu, apa yang bisa terjadi ketika di tahun yang baru, saya bisa membiarkan saja hal-hal terjadi sebagaimana adanya. Membiarkan semuanya mengalir, lalu percaya bahwa segalanya akan baik-baik saja pada akhirnya.

Let things happen, and let them impress you. Cukup sediakan hati yang lapang dan satu bangku kesempatan. Oh, atau kebetulan?

Selamat Tahun Baru!

*noted: Tulisan ini sebelumnya dituliskan di kamantara.id

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *