“Dari halus ke kasar itu lebih gampang ketimbang sebaliknya…” celutuk saya kepada seorang teman ketika menjelaskan betapa depresinya saya belajar menggunakan brush pen.

Ya. sejak seminggu silam saya dengan resmi mengadopsi hobby baru, lettering, caligraphy. Langkah pertama dari pembelajaran ini adalah membiasakan diri memegang brush pen. Membiasakan diri membuat tekanan naik dan turun. Sudah berlembar-lembar kertas yang saya habiskan untuk membiasakan sang tangan yang masih kaku ini dalam menggoreskan tinta.

Dasar dari caligraphy sendiri sederhana, melembutkan tarikan ke atas sehingga menghasilkan garis halus dan menegaskan tarikan ke bawah sehingga menghasilkan garis yang tebal dan kasar. Ke atas halus ke bawah keras, itu saja. Namun dalam kenyataannya, hal tersulit darinya adalah membuat sambungan yang mulus dan manis. Dari tarikan yang halus menuju kasar jauh lebih mudah membuatnya mulus, namun sebaliknya sungguh membuat depresi.

“Dang”

Persis setelah misu-misu ke teman inilah saya lalu tersedar dan tersenyum. Rupanya pelajaran sederhana menggerakan pena yang serupa kuas ini mengingatkan saya kembali akan banyak hal. Bahwa tak sulit untuk merubah sesuatu yang halus menjadi kasar, namun dibutuhkan usaha dan pembiasaan yang luar biasa dalam merubah sesuatu yang awalnya kasar untuk menjadi halus. Persis manusia? Hah.. saya lagi-lagi tergelak.

Sambungan tarikan saya belum juga mulus, tapi tiap kali saya depresi sekarang saya akan mengingat bahwa memang dibutuhkan berjuta-juta pembiasaan untuk membuat sambungan itu menjadi indah dan mulus. DIbutuhkan kelapangan hati dan keluwesan tangan yang tangkap untuk membuat lekuk yang indah.

Persis seperti prinsip sederhana caligraphy sendiri, melembut ke atas dan menegas ke bawah. Melembutlah dan menjadi kosonglah untuk menerima hal-hal baru sembari terus memegang prinsip-prinsipmu dengan tegas.

Uda segitu aja curhatnya! Semoga kalian semua dijaga semesta ya ^^

.

Bandung, 2021-7-13

ivy