“Apa yang menghubungkan kita dengan orang lain?” pertanyaan ini tiba-tiba melipir di kepala di tengah sulitnya mencari waktu bersua dengan salah satu teman nomad lainnya.
“Kamu balik kapan?” tanyaku.
Pertanyaan yang dijawab dengan “Entah, belum beli tiket balik.” Lalu dia bertanya “kamu mau berapa lama di ibu kota?”
“Entah.. Aku hanya melewati Jakarta dan berpikir bisa bersua denganmu.” jawabku.
Di tengah fleksibelnya jadwal kerja saya dan beberapa teman, kadang yang menjembatani kami untuk bertemu hanyalah usaha dan kerelaan. Seberapa rela kamu mengatur waktumu demi bersua dengannya.
Maka kembali ke pertanyaan awal, apa yang menghubungkan kita dengan manusia lain? Jawabku kerelaanmu untuk membuat usaha dan menemuinya. Hal ini rasa-rasanya sejalan untuk hubungan apapun dalam hidup. Baik keluarga, pertemanan ataupun pasangan.
Maka keluarga, teman atau pasangan adalah orang-orang yang mau dan rela menghabiskan waktu untuk bersua denganmu. Orang-orang yang meletakkanmu di dalam skala prioritas hidupnya, memberimu slot atau jadwal entah untuk ditemui atau menemui. Pasif dan aktif saya pikir masalah relatif lainnya. Hal terpenting adalah kerelaan untuk memberi hal berharga yang tak pernah kembali darinya, waktu.
Apa kamu rela memberi waktumu untuk mereka? Tak jarang jembatan yang diseberangi demikian lebar sedang hadiah pertemuan hanya begitu singkat. Di kali lain kamu punya kesempatan untuk bertemu di tengah dengan rentang waktu tersendiri. Di antara semua pertimbangan waktu yang terbatas inilah kita memilih, kita menseleksi siapa-siapa yang pantas kita bagi. Pantas? Tentu. Waktu adalah hal satu-satunya yang butuh kamu gunakan dengan teliti.
Nah, untuk orang-orang yang kamu sebut penting apa kamu sudah membangun jembatan bernama usaha dan mengunjunginya? Again, hidup itu singkat.
PS: if i give you my time, it’s mean you are special 🙂
Bandung, 2019-1-10
ivy
Leave a Reply