Bebal

“Saya ini bebal..” ucap saya pada seorang teman baik kemarin malam.

“Terkurung” nyaris dua bulan di kampung halaman, saya punya cukup waktu untuk membaca ulang coretan-coratan pada diary. “Pesan yang sama muncul lagi dan lagi dengan berbagai versi.” aku saya padanya.

Lalu saya tambahkan, “Apa manusia memang begitu ya? Mengulang-ulang kesalahan? atau ini sebenarnya hanya saya saja yang bebal dan tak maju-maju?”

Curhatan yang serta merta membuatnya memberikan saya virtual hug.

Ucapnya:

“Hidup itu kan memang harus diulang-ulang, kalau ga berarti kita orang-orang pinter dong. Cukup diomongin sekali langsung hafal. Tapi sayangnya, mengerti itu belum berarti percaya dan percaya ga serta merta membuat kita menjalani. Bahkan menjalanipun tak berarti langsung lancar. Biasanya mulai – macet – mulai lagi. Begitu aja terus, namanya juga manusia.”

#peluk erat dari teman yang juga goblok.

Balasannya mengangkat sedikit beban dari pundak saya malam itu. Di bayangan saya, kami tertawa terbahak-bahak. Meski terpisah jarak, saya tau kami mengamininya.

Maka benarlah ucapan Eyang Pram, bahwa “Hidup ini sungguh sangat sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya.”

Hidup ini seperti perca-perca yang kita jahit satu per satu hingga akhirnya jadi selimut yang cukup lebar untuk menghangatkan kita. Kegiatan berulang yang itu-itu saja, seperti ombak pada karang, kitapun mencicil kesalahan dan mengeja luka, lagi dan lagi. Mengkikisnya pelan-pelan, hingga katam, hingga waktu tak lagi jadi milik kita.

Sudah sampai mana cicilanmu?

 

Padang, 2020-05-04

Ivy


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *