The History of Love


“Ada banyak cara untuk hidup, tapi hanya ada satu cara untuk mati” — begitu kira-kira salah satu kutipan yang menampar dari buku karangan Nicole Krauss ini. 

Buku yang punya gaya bertutur lugas dan tak banyak basa-basi ini begitu detil dalam menuturkan hidup dengan cara yang sangat jujur dan blak-blakan. Bab-bab awal dari buku ini kadang kala membuatmu bingung. Tak jarang juga bosan dan tak mengerti siapa yang sedang menjadi siapa, siapa yang sedang bercerita? Ya. Kombinasi dari gaya puzzle dan kata-kata tamparan cukup membuatmu bergidik. 

Sama halnya dengan hidup yang harus terus dikayuh tak peduli apa, buku yang menyelipkan banyak kesatiran dan lelucon menyindir ini harus terus dibaca untuk mampu mendapat cerita utuhnya. 

Mengumpulkan dan menganalisa tiap tahapan yang sudah terlewati untuk kemudian saling melengkapi diri di akhir yang tak tertebak dan membuat lumer. 

Seorang teman berkata membaca buku ini semacam tindakan masochist. Tapi menurut saya, buku ini berisi begitu banyak petuah hidup yang disematkan di tempat dan situasi yang tepat dalam setiap bab ceritanya. 

Terlepas dari betapa kasar dan brutalnya segala fakta tentang hidup dipaparkan di sini, saya melihat harapan yang terselip pada akhirnya. Seklise “Badai pasti berlalu” atau “Semua indah pada waktunya.” 

Apapun yang kita percaya, “Yes, I choose to believe what was easier – Nicole Krauss, The History of Love” 

Terima kasih untuk Nicole Krauss yang telah menuliskan buku ini dengan begitu brilliant, now i am one of ur fans! Kudos

Padang, 2018-6-7 (00.20)

*Ivy yang tak bisa tidak harus menuliskan review sehabis mewek membaca endingnya


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *