Seberapa mirip sebuah film dengan kenyataan? Di film ini, jurang antara kenyataan dan apa yang dipertontonkan hilang. Semua menjadi satu dan begitu padu.
Film yang dari judulnya sempat membuat saya terpikir tentang klub bola Manchester ini ternyata jauh dari bayangan awal. Film yang ditulis dan disutradari oleh Kenneth Lonergan ini bercerita tentang kehilangan, tentang penyesalan, tentang kesalahan, tentang memaafkan, tentang menerima, tentang menghukum diri, tentang bertahan, tentang hidup.
Di film yang berdurasi 137 menit ini, Casey Affleck yang berperan sebagai tokoh utama berhasil menyampaikan rasa-rasa yang seringnya sulit dijelaskan dan hanya mampu dilihat dan dirasakan. Entah dari mimik, sikap gagu, gerak-gerik, postur atau bahkan dalam diam yang kadang kala terasa lebih dalam dan mencekam.
Manchester the sea seakan masakan sederhana dengan pilihan daging terbaik yang disajikan biasa-biasa saja tanpa banyak bumbu penghias. Namun tiap gigitannya mampu membuatmu yang pernah merasakan kehilangan kembali ditarik pada kenangan lama itu. Momen-momen tentang gelombang rasa yang tak menentu, tentang hal-hal yang kamu lakukan untuk menghukum dirimu secara sadar ataupun tidak atas kesalahan yang pernah dilakukan.
Kilasan-kilasan masa lalu yang diselipkan begitu rapi juga membuat film ini menjadi sebegitu cerdas. Sedikit demi sedikit seperti berkenalan dengan orang baru. Satu puzzle sederhana setiap waktu yang kelak akan membuatmu paham akan tindak tanduk seseorang atau bahkan dirimu.
Film ini bukan film ringan, jangan harapkan cerita dengan kesimpulan. Seperti hidup yang penuh dengan kesempatan dan pilihan, film ini berhenti di waktunya. Di tempat yang tepat yang mampu membuatmu menarik nafas dan berkaca ulang. Sebuah drama realita yang sungguh-sungguh nyata.
Leave a Reply