gambar dipinjam dari om google
Bapa seorang teman pernah menitipkan pesan padaku yang terlupa untuk aku sampaikan padaMu. Begini pesannya, ” Nona, boleh tolong tanyakan pada Tuhan mengapa ia tak pernah menjawab? ” Ketika membaca pesan itu aku hanya tersenyum simpul lalu melupakannya. Tadi ntah mengapa tiba-tiba aku mengingatnya dan ingin membalas pesan itu tadi.
Aku mau bilang begini Pa ” Bung, kamu yakin Tuhan tak pernah menjawab? Apa kamu mengetuk di pintu yang salah? ” Lalu jawabnya penuh dengan emosi, ” Rasa-rasanya aku tak mungkin salah nona! Jika kalau aku salahpun, aku telah mencoba mengetuk semua pintu yang mungkin bisa kuketuk. Namun semua hening! ”
Aku tertegun mendengarkan suaranya yang bergetar memperlihatkan betapa beremosi dan berasanya semua kata yang dilontarkan dari mulutnya. Getaran itu seakan menjalar dari suaranya, berat. Membuatku menarik nafas dalam-dalam, membuangnya dan memberi jedah baru akhirnya aku mampu berkata dengan hati-hati “Pernahkah kamu coba menekan pegangan di pintu-pintu tersebut? ”
Seketika itu dia menatapku lekat-lekat seakan ingin menelanku dengan tatapannya yang penuh amarah. “Apa maksudmu? Aku menunggu begitu lama di depan pintu itu, mengetuk dengan sopan sampe mengedor-gedor dengan teriakanpun sudah aku lakukan. Tak cukupkah itu? Apa harus aku dobrak pintu itu? ” Teriaknya marah dengan mata yang mulai berair.
Aku terdiam lagi sesaat menyaksikan amarah itu! Kesunyian yang ada membuatku kembali menatapnya, lalu coba kugenggam tangannya dan berkata dengan perlahan, ” Bung.. akan kuberi tahu satu rahasia besarNya padamu! Dia Tuhan yang Maha Esa, tapi untuk satu dan lain hal Dia kadang jadi Maha Pelupa. Dia sering lupa untuk mengunci pintuNya! PintuNya tak pernah terkunci, bung! Pintu itu sebenarnya hanya menunggumu untuk membukannya. Tak usa ragu tak usa segan, bukankah rumah Bapa adalah rumahmu? ”
Dan sekarang aku di sini,ingin mengaku dosa untuk hal ini Bapa! Aku tau tak seharusnya aku membocorkan rahasiaMu itu, tapi aku sungguh tak sanggup membayangkan yang Maha Esa menahan diri semampunya untuk menutup telinga dan tak bergeming mendengarkan ketukan itu. Karena akupun tau betapa rindunya diriMu untuk memeluk kami. Betapa rindunya diriMu untuk menjamu dan memanjakan kami. Betapa penuh harap cemas Kau menunggu dengan tangan terbuka di balik pintu itu! Ya, hanya satu pintu tak terkunci yang perlu kita buka.
Sebenarnya hanya pemikiran-pemikiran kita yang sering menahan kita dan membuat pintu itu ‘seakan’ terkunci untuk kita. Tapi percayalah pintu itu sudah dan akan selalu terbuka sobat!
Ngomong-ngomong, Bapa kamu pasti sudah memaafkanku bukan? *wink…
Love u God ^^
Bandung, 2010-07-05 (17: 58 pm)
ivy
*biru yang tiba-tiba merasa begitu beriman dan sok bijaksana
noted: sudah publish di SUMMA edisi agustus
Leave a Reply