Jika (aku) tidak mati…

gambar dipinjam dari sini

~Bagi sebagian orang kematian merupakan sesuatu yang sangat menakutkan, tentu saja termasuk saya. Kematian dianggap sebagai “momok” yang akan merenggut semua yang selama ini telah kita rancang dan kita bangun. Diktator yang akan merampas segala hak yang dapat kita miliki di dunia ini. Alaram pengingat bahwa waktumu telah tiba!

Sebenarnya apa sih kematian itu? Menurut kamus bahasa Indonesia kematian yang berasal dari kata dasar mati adalah tidak hidup lagi, meninggal dunia, wafat atau tutup usia. Mati berarti tak ada lagi helaan nafas, tak ada lagi gurauan iseng, tak ada lagi kemurkaan, dan tak ada lagi belaian ataupun sentuhan hangat. Tak ada lagi detakan yang sanggup memacu darah ke seluruh tubuh. Tak ada lagi perintah yang bisa terkirim dari otak untuk dapat menggerakan semua anggota tubuh. Semua terhenti dan berakhir!

Kematian pastinya akan meninggalkan duka yang dalam bagi keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan. Pastinya satu kata tak terbantah yang dihadiahi oleh kematian, “kehilangan”.  Ntah kehilangan kasih sayang, ntah kehilangan perhatian, ntah kehilangan sandaran, ntah kehilangan sumber hidup, kehilangan teman atau kehilangan separuh dari jiwa. Meninggalkan sebuah tempat kosong di hati orang-orang sekitar!

Beberapa patah kata di atas mencoba menjelaskan tentang kematian dan dampak yang mungkin akan menyertainya, tapi bukan itu yang ingin saya ungkap lebih dalam. Saya ingin membahas dampak apa yang akan terjadi seandainya hidup ini tidak berujung pada kematian, atau yang lebih dikenal dengan kata  “abadi”.

Apa kita pernah berpikir bagaimana jadinya dunia ini tanpa kematian? Apa artinya hidup ini tanpa dikejar-kejar oleh “momok” yang bernama kematian? Apa kita bisa merasakan tentang makna menjadi hidup jika kita akan terus hidup? Ini seperti petuah kuno yang pasti sering kita dengar, “kamu tidak akan pernah tau rasanya memiliki, hingga kamu benar-benar kehilangan.”

Sama halnya dengan kehidupan, kita tak akan pernah mengetahui makna dari hidup jika kita bisa tetap hidup. “Apa arti semuanya, jika kamu punya waktu yang tak terbatas untuk melakukannya?” . Batasan memang sering menyakiti, tapi terkadang tanpa batasan kita tak akan pernah mengerti harga sebuah  kebebasan.

Ini hanya pandangan seorang saya yang meyakini untuk  merasakan hidup yang utuh, kita memang harus melewati fase terakhir dari hidup yaitu mati. Sudah siapkah kita menghadapinya? Kapan nama kita akan dikumandangkan? Mengenai batasan siapa yang mendapat kehormatan pertama atau urutan kesekian, saya sungguh tidak kompeten untuk menjelaskannya. Tapi dengan mengetahui bahwa suatu saat saya juga akan dipanggil, itupun sudah memberikan kelegaan yang luar biasa bagi saya.

Tulisan ini dibuat dengan harapan kita bisa lebih menghargai kematian yang berarti menghargai hidup itu sendiri. Kematian bisa dianggap sebagai penghargaan terakhir yang kita dapatkan dari hidup. Jadi persiapkanlah diri untuk menghadiri penerimaan penghargaan ini. Jangan sampai kita “saltum” dalam perayaan tersebut.

“Bersiap-siaplah! Karena kamu tidak pernah tau kapan hadiah itu datang!”

Bandung,2009-10-25 ( 11.14 pm)

Ivy



Posted

in

,

by

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *