Setelah 100 hari, akhirnya saya kembali ke perayaan rindu. Tentu saya mengenakan baju rindu terbaik. Ya, seperti semua baju rindu yang saya miliki, tentu saja ia mulus dan licin di luar tapi berlekuk dan sesak di dalam. Mungkin karena di dalam sini, semua begitu cair dan liat. Sehingga selalu butuh sesuatu untuk memampatkan. Entah.
.
Saya tak mengenali banyak warna di sana, semua abu-abu dan hambar. Berjalan pelan dan gerak-geriknya sama sekali tak menarik hati. Mengapa perayaan kali ini berbeda? batin saya dalam hati. Mungkin saya saja yang berlebihan atau salahkan pada planet-planet yang berjalan mundur. Entah.
.
Sesampainya di rumah, ketika memandang pantulan pada kaca, baru saya temukan jawabnya. Ada kaca mata abu-abu yang bertengger di hidung. Saya diam, lalu pelan-pelan saya buka kaca mata berbingkai hitam tersebut. Serta merta, mata air dengan sumber yang masih berdarah, ruah. Saya menarik nafas dan dengan segera saya kenakan ia kembali.
Belum waktunya, saya akan baik-baik saja, pasti, hanya bukan hari ini.
.
.
Padang, 2020-06-21
Ivy
PS: ma, sudah 100 hari. Rasanya masih aneh dalam fasa hidup yang pelan namun terus berjalan ini. Kami akan baik-baik saja, nanti, tapi bukan hari ini.
Leave a Reply