Pagi ini tanpa mengerti apa yang terjadi, tiba-tiba saya merasa haru. Berkaca-kaca dan berusaha sekuat mungkin tak meneteskan air mata ketika memandang gumpalan awan dari jendela pesawat. Beberapa saat berselang, setelah duduk menunggu kereta di stasiun kosong bandara dan menuliskan muntahan di kepala, pertahanan saya runtuh.
Saya menangis ketika di tengah sesi jurnaling pagi ini, kalimat yang keluar di antara semua logika adalah, “i missed my mom. Tomorrow gonna be my first birthday without her.” Seperti banjir, air mata meruah dan membanjiri muka, ada rasa lega yang pelan-pelan mengikuti setelahnya.
Proses ini akan berlangsung lagi untuk setidaknya beberapa tahun ke depan, saya tau persis itu. Tapi memahi dan pernah melewati tak membuat proses ini menjadi mudah atau setidaknya sedikit lebih mudah.
Proses ini sekaligus membuat saya belajar kenal lagi dengan diri, betapa ringkih dan rapuhnya saya. Betapa banyak emosi yang sering saya ingkari tak pergi ke mana-mana dan hanya kembali dengan gelombang besar yang tiba-tiba.
Besok, ada angka baru yang ditambahkan pada umur saya. Di umur yang baru itupun, saya ingin mengakui bahwa saya belum akan baik-baik saja. Masih ada luka-luka yang belum tersembuhkan waktu.
“Ma apa kabar? Saya rindu mendengar nyinyiran suaramu yang dulu selalu terasa menyebalkan.”
Soeta, 2020-12-20
Ivy
Leave a Reply