Dulu, ketika umur menjelang kepala dua saya begitu berdegup menyambut masa depan. Terbayang betapa naif dan lugunya saya kala itu. Kamar 108 di Bukit Resik 2 jadi saksi pergantian usia-usia krusial tersebut. Apa yang persis terjadi malam itu saya tidak lagi dapat mengingatnya. Tapi saya ingat semangat dan kesederhanaan ketika itu. Berulang tahun itu tentang makan-makan dengan teman, meniup lilin dan berfoto lalu sudah.

Hari ini di pergatian usia yang sekarang menjelang kepala tiga, tak ada pesta, tak ada kue dan tak ada kejutan, tak ada ria-ria. Saya memilih menikmatinya dengan biasa-biasa saja. Mematikan segala penanda di media sosial dan membiarkannya begitu saja. Ucapan basa-basi tak lagi menjadi penting, makan-makan dan segala perayaan hanya seadanya. Hal terpenting sekarang doa tulus dan dukungan sepenuh hati.

Saya menghabiskan sore dengan berjalan kaki dan menikmati diri. Di umur yang sekarang berkepala tiga, saya tau banyak keputusan penting yang akan saya ambil. Saya ingin nyaman dengan diri sendiri dan menerimanya secara utuh. Menjadi egois dan menghentikan segala hal remeh yang selama ini memberatkan namun tetap dibopong atas nama pamor(?).

Saya ingin menghidupi hidup dengan sederhana, menikmati dan mensyukuri hal-hal kecil. Merajut mimpi-mimpi yang selama ini sempat tersembunyi dengan alasan apapun. Menjadi manusia yang lebih positif dalam memandang dunia. Lebih banyak mendengarkan tanda-tanda semesta dan punya hati dan kepala yang luas seperti samudra biru yang selalu saya kagumi. Saya percaya, manusia yang mengamini kata cukup dapat hidup sederhana dengan bersahaja.

Terima kasih, semoga saya mampu merasa cukup dengan apa yang ada.

PS: Hidup tentunya tak ada yang pasti. Diantara keragu-raguan tersebut, mohon semesta menuntun saya untuk terus berjalan. Karena langkah kecil ke arah manapun jauh lebih bermakna dibanding diam.

Selamat berganti kepala diri, mari mengukir mimpi!

Dago 485, 2016-12-21