Cone tak tersampaikan..

“Gue nyesal banget wid!” , sebaris kata lirih yang keluar dari mulut saya malam ini. Tak saya pungkiri, banyak hal lain yang saya perbuat dan lalu saya sesali. Tapi kali ini, sungguh punya penyesalan mendalam tersendiri buat saya. Pasalnya, hal ini datang dari keprihatinan mata batin yang lalu terabaikan karena semua pertimbangan tak bermutu.

Saya melihat seorang nenek yang sudah cukup berumur di KFC Merdeka malam ini. Kami baru saja pulang dari BEC dan berniat mengisi perut sebelum kembali ke kos waktu itu. Ketika saya selesai membayar, si nenek masuk dan bertanya ice cream cone harganya berapa ya? . Deg.. Saya langsung merasa tegidik mendengar pertanyaan tersebut. “3000 rupiah” jawab si kasir pendek dan tanpa peduli.

Nenek tersebut terdengar ragu ketika mendengar harga yang disebutkan kasir tersebut, terdiam sesaat lalu berkataboleh saya numpang makan di sini sebentar?. Pertanyaan kedua ini tidak ditanggapi si kasir, hanya didiamkan tanpa dibantah juga. Saat itu hati saya mulai berdenyut lebih kencang lagi dan mulai menatap dalam ke nenek tersebut.

Tanpa rencana atau memang sudah diatur oleh Yang di atas (Halahhh..), nenek itu duduk bersebelahan dengan meja yang memang sudah ditempati oleh teman saya. Saya sempat melongok sebentar dan melihat si nenek mulai mengeluarkan bungkusan dari tas lusuhnya, tak pasti isinya. Sungguh saya ingin tau makanan apa yang di makan nenek di belakang saya, tapi betapa tidak sopan jika memperlihatkan keingin tahuan tersebut. Saya hanya menyantap makanan saya sambil terus bertanya-tanya. ” Pernahkah dia merasakan makanan yang sedang saya santap? Makanan apa yang sedang dia makan? Apakah itu cukup mengenyangkan perut kecilnya itu?, sepertinya terlalu sedikit.. ” .

Hal yang semakin mengiris hati saya, ketika mendengar pertanyaan ketiganya kepada salah satu pegawai KFC yang sedang membersihkan lantai. ” Pepsi ukuran kecil harganya berapa ya? ” begitu celutuknya. Pegawai yang sama sekali tidak mengingat daftar harga, segera menanyakan kepada kasir dan kembali dengan jawaban yang pastinya sangat tidak diharapkan oleh si nenek, “5500”. Jawaban yang pastinya dijawab pelan dengan anggukan dan keputusasaan. Ntah mengapa saya begitu yakin akan reaski dan perasaan si nenek walau saya tak melihat langsung kejadian itu, hanya mendengarnya dari balik punggung.

“Pedih..” , kata yang persis menggambarkan apa yang saya rasakan. Makanan yang saya santap sudah tidak terlalu penting lagi rasanya. Saya begitu terpaku dengan sosok nenek yang baru saja saya temui itu. Saya mulai berpikir untuk membelikannya ice cream cone dan pepsi yang dia tanyakan. Tapi segudang tanya lain segera mendera saya, ” apakah dia akan menerimanya? Tidakkah dia merasa saya meremehkannya? Bagaimana cara terbaik untuk memberikannya? Pastinya saya tidak ingin menyakiti harga dirinya.. “. Begitu banyak pertanyaan berkecamuk dalam hati saya saat itu. Sekuat saya ingin memberinya, sekuat itu juga saya ragu akan dampaknya.

Di tengah badai pertanyaan dan pergulatan yang ada di batin saya, sang nenek beranjak dan masih sempat mengucapkan terima kasih dan member senyum hangat kepada kasir. Akh.. saya menyesal! Mengapa untuk berbuat baik saja, saya butuh berpikir begitu lama? Mengapa semua keraguan saya malah menyebabkan saya batal untuk melakukan satu perbuatan mulia? DAMN! Sempat terpikir untuk menyuruh pegawai KFC mengantarkan ice cone dan pepsi ke meja nenek tersebut, lalu lagi-lagi saya ragu dengan dampaknya. Saya sungguh menyesali kebodohan saya yang membiarkan nenek itu pergi tanpa sempat sedikit berbagi kehangatan kepadanya.

Senyum dan suara si nenek masih terekam jelas di pikiran saya. Sepeninggalan nenek itu, saya masih terus meraba-raba maksud dan tujuan si nenek datang ke situ. Apakah dia ingin merasakan makanan di sana? Atau hanya sekedar merasakan bagaimana rasa makan di sana? Saya sungguh marah dengan diri saya, mengapa saya bisa begitu bodohnya. Sesuatu yang terlambat selalu menyakitkan memang, tapi sungguh keterlambatan kali ini sangat menyesakkan. Membuat saya sulit bernafas dengan lega dan menekan kuat ke hati ini.

Ntah kapan lagi saya punya kesempatan untuk berbagi dan memberi, Tuhan maafkan! Hanya segurat doa, semoga ada seseorang di sana yang langsung menggunakan hatinya dan tidak lagi menimbang dengan pikirannya seperti saya. Semoga ada seseorang yang segera menolong si nenek tanpa memikirkan dampak dan efek, yang pastinya tak seberapa dibanding bantuan itu sendiri. Gusti.. sekali lagi saya mohon maaf atas keraguan yang tlah mengalahkan niat baik saya ini. Saya sungguh menyesal! Sekarang ntah kemana akan saya antarkan cone yang tak tersampaikan ini, hanya kata sesal yang tak habis-habisnya saya gumamkan.

” Niat baik hanyalah sebuah niat tanpa arti, sampai hal itu benar-benar direalisasikan “

Bandung,2009-04-20

Ivy



Posted

in

,

by

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *