Pertemuan pertama saya dengan Kaori berawal dari ke-tak-sengaja-an. Dari namanya tentu semua bisa menebak kalau teman baru saya ini berasal dari Japan. Ya Japan, negara sushi dan bunga sakura salah satu tempat yang masuk list wajib kunjung buat saya. Kembali ke topik cerita, saya pertama kali melihat Kaori ketika akan menyebarang dari stasiun kereta api di Ayutthaya thailand.
Untuk yang belum tau, Ayutthaya adalah salah satu kota kecil berjarak 2 jam perjalanan dengan kereta api dari Bangkok. Kota unik yang dikelilingi dengan sungai serta penuh dengan candi dan peninggalanan bersejarah. Harus masuk dalam list wajib kunjung bagi pecinta sejarah, sederhana namun bersahaja.
Kaori tidak seperti turis2lainnya -termasuk saya- yang menenteng backpack besar, dia berjalan santai dengan satu tas jinjing kecil. Angin surga dari mana yang membisiki, saya mendekatinya untuk memastikan arah yang benar ke ferry penyeberangan.
Bahasa inggris Kaori terbatas dan terbata, lah kalau bahasa Jepang saya nihil. Jadilah kami bercakap dengan senyum manis dan inggris yang terpatah-patah. Singkat cerita saya yang belum membooking GH ingin melongok ke GH yang sudah dibooking Kaori, mana tau ada kamar kosong. Kami memutuskan untuk berjalan kaki ke The Sixty GH, sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh sekitar 15 menit berjalan kaki. Perjalanan tersebut jadi berat karena ransel 30 liter saya dan matahari -hanya pembenaran diri- yang sudah mulai menyapa di atas kepala pagi itu.
Ketimbang saya pingsan di jalan, otak saya tiba-tiba memberikan gagasan briliant untuk menyewa sepeda. Kenapa tidak dari tadi? Ntah.. minimal sekarang kami sudah naik sepeda dengan asik mencari GH tersebut. Tepat sesaat sebelum memasuki GH, Kaori menawarkan saya untuk share kamar. Dia memesan kamar dengan ukuran double bed, jadi sebenarnya cukup jika saya ikut tidur di sana. Tentu saya dengan senang hati mengiyakan, hemat biaya dan punya teman jalan, problem solved.
Belum sejam saya bertemu dengan Kaori, tapi rasanya tak sulit untuk akbrab dengannya. Kaori tidak terlalu banyak bicara, lebih banyak tersenyum dan mengangguk -atau mungkin saya yang terlalu cerewet-. Kami menunggu administrasi di GH, meletakan ransel seribu ton saya dan tak membuang waktu langsung berkeliling Ayutthaya. Kami mengunjungi beberapa candi terdekat terlebih dahulu, mencari makan siang dan kembali ngadem di GH.
Cuaca Ayutthaya siang itu sangat terik dan mengigit. Rencana awal saya mandi trus boci dulu baru nanti sekitar pukul 16.00 keluar lagi untuk bersepeda. Berbeda dengan Kaori yang ternyata hanya punya waktu 1 hari, 1 malam tak ingin menyia-nyiakan waktu. Dia ingin mendatangi beberapa candi yang berjarak cukup jauh. Katanya “saya ingin mengunjungi sebanyak mungkin tempat yang bisa dikunjungi di sini.”
Setelah menimbang-nimbang, saya tidak tega membiarkan Kaori bersepeda sendiri. Berbekal peta print-an dan aplikasi map gratis kami bersepeda di tengah hari bolong. Di luar dugaaan, Tuhan masih berbaik hati meniupkan angin yang menyejukan di siang terik itu, sehingga acara jalan-jalan siang iu tidak terlalu nelangsa. Kami tersesat beberapa kali dan masuk ke pelosok-pelosok tak dikenal, tapi bukankah itu intinya berpetualang.
Saya menyerahkan kepada Kaori untuk memilih candi mana saja yang ingin dia kunjungi. Toh besok saya masih punya waktu seharian mengunjungi sisa candi yang ingin saya datangi sendiri. Kaori tampak sedikit terharu dengan pernyataan itu, dari matanya terlihat betapa dia menghargainya. Kami bersepeda seharian hingga menjelang senja, mengitari hampir seluruh Ayutthaya walau tak bisa menjambangi setiap sudutnya.
Malamnya kami mencari makanan pengisi perut di pasar tak jauh dari GH kami. Tebakan saya Kaori gadis pemalu yang sopan dan sulit untuk mengatakan tidak. Mungkin kulturenya atau memang bawaan, ntah. Menghabiskan waktu seharian dengannya membuat saya tau sedikit tentang Kaori.
Kaori pencinta anjing seperti saya, senang berpetualang juga dan ini juga adalah kali pertama dia ber-solo- travelling. Tujuan utamanya ke Asia adalah belajar pijat, ya pijat. Di thailand dia tinggal sekitar sebulan untuk kursus memjiat di Bangkok, dan sesudah Thailand dia akan ke Bali untuk kursus pijat selanjutnya. Jangan membayangkan pijat plus-plus atau asal-asalan, karena Kaori belajar memijat di hotel-hotel berbintang dengan harga selangit dan sertifikat. Katanya dia ingin membuka tempat pijat di Japan.
Keesokan paginya saya mengantarkan Kaori ke terminal dengan berjalan kaki, setelah sebelumnya kami mencari breakfast bahagia. Dia sedikit tidak enak dengan kebaikan kecil tersebut, ntah mungkin di Japan yang tingkat stressnya paling tinggi, -kesimpulan sepihak- kebanyakan orang tak lagi punya waktu untuk memberikan perhatian-perhatian kecil yang bermakna saking sibuknya. Kami berpelukan sebelum dia naik ke travel, dia mengucapkan terima kasih dan mengajak saya bermain-main ke shizuka jika datang ke Japan. Saya tersenyum dan berkata semoga ada kesempatan saya mendatangi negaranya.
Saya tau tidak semua turis asing sebaik Kaori, ya dan saya menemukan satu diantara ratusan di kali pertama saya menginjakan kaki di Ayutthaya. Sebut saja saya beruntung atau memang Tuhan yang sedang berbaik hati pada saya.
Oh saya lupa cerita, bahwa Kaori tidak mau menerima uang saya untuk sharing kamar. Jadi intinya saya ditraktir menginap dan ditemani jalan-jalan. Beruntung? Banget!
Ga semua orang asing baik, tapi kalau nemu yang baik ya kayak gini. kebangetan. ^^ Ketemu orang asing yang baik atau tidak itu mungkin termasuk ke dalam besar dan kecilnya amal ibadah? Eh… Maap melantur *lari menjauh sebelum dilempar sendal
T, 2014-08-10
ivy
*biru merindukan liburan (padahal baru balik libur)
————————————————————————————-
Leave a Reply