Selamat pagi tuan idealis,
Masih berkutak dengan semua ide idealismu yang tak tergoyahkan? Kadang aku sering merasa terbenam diantara celoteh-celoteh idealismemu. Betapa menggebu-gebu nada suaramu dan betapa berapi-apinya matamu ketika menjelaskan. Mungkin kamu pantas jadi dosen. Yang pasti langsung dibantah dengan, “bukan begitu.. tapi ini.. ”
Tak jarang aku berpura-pura tak mengerti, demi melihatmu mengulang penjelasan itu dengan lebih detil. Maaf mengerjaimu, tapi aku tak bisa bohong aku senang dengan spiritmu ketika berpidato. Aku tak mampu menahan diri, lumer.
Sejujurnya aku tak terlalu peduli dengan semua isu yang menyentil idelisme mu itu. Aku hanya senang berlama-lama mendengarmu berceloteh. Buatku tak ada yang ideal di dunia ini selain semua manusia akan mati. Toh di kiri dan kanan kita setiap hari, banyak hal yang mengugat nurani dan menggoret rasa pun kita tak mampu berkelit.
Kamu sering bilang “Ga bisa gitu, jika kita memakluminya maka suatu saat di posisi yang sama kita akan menjadi dia yang melakukan. Aku jamin. ” begitu wanti-wantimu. Tapi bukankah hidup akan terus berjalan? Kita hidup di dunia yang mulai memakan dirinya sendiri. Aku memilih menutup mata untuk halhal yang tak mampu aku selesaikan. Pasti dalam hati kamu memakiku pengecut. Ya buatku itu tindakan realistis, ketimbang jadi gilapun masalahnya akan di situsitu juga toh?
Begitulah setiap diskusi kita akan berakhir dengan tanpa akhir. Kalau bukan aku yang geram, kamu yang mulai kehabisan cara menghadapi tingkahku. Eh jangan lantas karena kesalmu lalu memilih jadi teroris ya! Bagaimana jika kita membahas idealisme lainnya? Seperti cinta?
Padang, 2015-12-14
Ivy
*biru dan idealisme
Leave a Reply