Hidup itu Seperti Keris

Mungkin satu yang pasti. Hidup itu seperti membuat keris. Kita akan dipanaskan hingga temperatur tertentu hingga membara, lalu ditempa, kemudian didinginkan. Proses ini akan terus berlangsung. Lama proses ini tentunya akan bergantung pada kebebalan dan daya juang masing-masing.

Photo 10-2-16, 11 24 15 AM

“Mungkin hidup kita ini, ya, seperti keris! Dipanasi, ditempa, dipanasi, dan ditempa lagi, dan lagi, dan lagi. Sampai akhirnya jadi keris yang utuh.” Begitu analogi salah satu teman ketika kami berbincang soal siklus hidup.

Ajakan saya untuk memintanya bercerita tentang perjalanannya berkeliling dunia membuat kami berdiskusi pada tahap lain dari perjalanan. Tentang perjalanan manusia mengarungi hidup. Mentor perjalanan saya ini, telah sampai di tahap yang tak lagi ingin menggurui. Demikian yang dia katakan.

Dulu sekitar 3 tahun lalu, dia memang menulis sebuah rubrik di salah satu koran nasional berbahasa Inggris dengan nama Reflection on the Road. “Saya menulis tentang apa saja, mengkritik ataupun mendukung hal-hal sesuai dengan yang saya mau,” ucapnya. “Tapi saat ini, saya tak lagi ingin menggurui siapa saja,” ia menambahkan.

“Manusia hanya mendengar yang ingin didengarnya…” saya menimpali.

Dia tersenyum, kami tertawa bersama. Lalu saya teringat, waktu-waktu di mana saya begitu menjunjung tinggi suatu cara berjalan dan hanya menganggap cara tersebut satu-satunya cara berjalan yang benar.

“Tiap kita punya waktunya masing-masing, ya…” saya menyimpulkan. Kita butuh tempaan-tempaan tertentu, hingga akhirnya kita leleh dan rela untuk dibentuk. Harus ada waktu-waktu yang membuat kita merasa membuang-buang tenaga, menyia-nyiakan waktu, menghambur-hamburkan uang, sampai akhirnya jadi titik-balik untuk memulai suatu perjalanan yang baru.

Perjalanan untuk merasa diakui, menikmati kemenangan, dan kemudian tenang dengan penerimaan. Lalu siklus ini akan terus berulang lagi dan lagi. “Apa lingkaran siklus ini akan tetap sama atau semakin mengerucut ke atas?” tanya saya padanya.

Dia tersenyum, lalu menjawab, “Siapa kita menggeneralisasi siklus hidup semua manusia?”

Mungkin satu yang pasti. Hidup itu seperti membuat keris. Kita akan dipanaskan hingga temperatur tertentu hingga membara, lalu ditempa, kemudian didinginkan. Proses ini akan terus berlangsung. Lama proses ini tentunya akan bergantung pada kebebalan dan daya juang masing-masing.

Pada tahapan hidup manapun diri kita saat ini, di siklus yang keberapapun kita saat ini, semoga keris-keris yang kita asah digunakan untuk tujuan yang tepat.

Karena setiap proses hidup, sejatinya dijalani dengan sepenuh hati.

 

sebelumnya tulisan ini telah di publish di kamantara.id

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *