Bagaimana caramu menghadapi penyesalan? Bagaimana caramu menghadapi penyesalan atas apa yang dilakukan pasanganmu? Bagaimana caramu menghidupi penyesalan yang berwujud tragedi? Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah beberapa pertanyaan yang tersimpan rapi di dalam tubuh film berdurasi 151 menit besutan sutradara Justine Triet ini.
Semacam timelapse, penonton akan perlahan-lahan disuguhkan detik demi detik, menit demi menit, momen demi momen tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dari satu premis sederhana tentang seorang tokoh yang ditemukan tidak bernyawa di pinggir rumahnya, dengan perlahan dan telaten cerita ini berkembang menjadi cerita tentang relasi dua insan dalam perkawinan.
Pemandangan megah dari pegunungan alpane yang ada di belakang semacam jadi saksi bisu tentang betapa banyak yang mampu disembunyikan manusia, tentang seberapa tinggi ego seorang manusia dan tentang seberapa luar biasanya narasi yang mampu ditenun manusia untuk memenuhi ilusinya.
Tokoh-tokoh di dalam film ini begitu hidup dan secara pasti dan perlahan keluar dari cangkangnya masing-masing. Memperlihatkan siapa dia, dan apa yang membuatnya menjadi dia yang sekarang, tentang motif dan pilihan. Penceritaan yang lihai membuat empati dan simpati penonton ikut bergejolak bersama dengan potongan-potongan kisah yang dipaparkan di tengah ruang pengadilan.
Berbagai pertanyaan yang bertubi-tubi, seakan tak hanya menyerang terdakwa tapi juga mampir dan hadir di depan masing-masing penonton. Tentu saja yang terberat di antaranya adalah pertanyaan-pertanyaan yang tak dilontarkan namun mengantung dengan intens di atas sana.
Sesuai dengan judulnya, film luar biasa ini menguliti relasi antar manusia. Menyodorokan banyak permenungan untuk penontonnya, semacam pesan kecil bahwa meskipun film ini rekaan, tapi segala konflik yang ditampilkan senyata detakan jantung yang kau rasakan saat menontonnya.
KUDOS!
Bandung, 2024-1-4
ivy
Leave a Reply