Beberapa hari lalu sebuah pertanyaan di salah satu website membuat saya kembali bernostalgia dengan potongan-potongan cerita yang ada di kepala. “ Di antara semua perjalananmu, perjalanan apa yang paling berkesan?” begitu kira-kira petikan pertanyaan yang mengelitik itu. Jika boleh sedikit berpendapat, sebenarnya semua perjalanan punya cerita dan rasanya masing-masing, tidak ada yang benar-benar mampu dibandingkan satu dengan yang lain, unik dan menarik dengan caranya. Tapi jika ditanya pengalaman apa yang paling membekas, buat saya cinta pertama tentunya.
Petualangan pertama saya yang paling bermakna dimulai pada tahun 2008 silam dengan tujuan Lombok. Ya Lombok itu cinta pertama. Saya masih ingat betul geliat semangat yang dirasa saat itu. Kami berpetualang bertiga, satu dari antara kami adalah mentor perjalanan terbaik yang saya kenal hingga sekarang. Saya bersyukur mendapat ‘guru’ yang luar biasa di perjalanan perdana ini.
“kayaknya kita lebih baik pake pesawat deh! Ferry dari Bali ke Lombok molor sampai 7 jam, padahal harusnya Cuma 4 jam.” Begitu cerocos chriswan pada malam sebelum keberangkatan. Saya dan Kin-kin yang tidak tau apa-apa hanya tercengang-cengang. “Emangnya masih dapat tiket?” saya menimpali. Pertanyaan bingung yang dijawab dengan santai dan seringai senyum, “kita berangkat pagi-pagi ke bandara, mana tau kita beruntung. Kalau ga, nanti dipikirkan lagi. Tenang.”
Seperti petuah semalam, pagi-pagi benar kami sudah sampai di Bandara Ngurah Rai. Saya dan kin-kin duduk dengan ngantuk, sedang chriswan sibuk mencari tiket di salah satu konter. Berselang 20 menit, chriswan dengan senyum tersungging melambaikan boarding pass ke arah kami. “Now..now.. move!” dengan setengah sadar kami langsung bangun dan memboyong semua barang bawaan menuju pintu keberangkatan. Kami berlari dan pengumuman yang terdengar saat itu adalah, “kepada bapak Chriswan Sungkono dan rombongan diharapkan segera memasuki pesawat!”. Persis setelah kami bertiga dan 2 bule lainnya, pintu pesawat trigana menuju Lombok itu ditutup. Semua mata memandang sinis, kami duduk manis lalu terbahak-bahak dengan suara yang coba diredam. Cara yang luar biasa untuk memulai petualangan. Berkesan? Tak terlupa
Tujuan pertama kami adalah Gili Trawangan. Dari Bandara kami segera menggunakan taxi menuju grupuk. Menunggu kapal yang akan menyeberangkan kami ke Gili T. Sesampainya di Gili T, barulah saya mengerti saran chriswan malam itu “koper kalian ga bisa di share aja? satu koper aja yang dibawa, satu lagi dititipin di teman gua aja”. Saran yang dengan serta merta saya dan Kinkin tolak dengan tegas, dan sekarang sedikit kami sesali. Salam pembukaan, menarik-narik koper besar di tengah pasir putih Gili Trawangan untuk mencari hotel. Pelajaran berharga pertama yang selalu saya ingat ketika menyusun barang bawaan. Berkesan? Penting diingat
Setelah menghabiskan waktu beberapa hari di Gili T dan meno, kami memutuskan untuk berpindah tempat menuju Kuta Lombok. Perjalanan menuju Kuta diwarna sedikit drama, yang membuat kami menginap semalam di Praye. Keesokan harinya barulah perjalanan menuju Kuta Lombok dilanjutkan. Chriswan sudah punya rekomendasi hotel untuk diinapi, tanpa berlama-lama kami segera check in. Iya, ini enaknya jalan-jalan di saat yang lain kerja, sepi. Bisa dipastikan mendapatkan hotel terbaik dengan harga yang menarik, pelajaran kedua. Dicatat.
Sorenya kami diajak berkeliling menikmati tanjung Aan dan berjalan kaki sejauh kaki mampu. Ada spot pantai pribadi yang indah sedikit agak ke ujung janji Chriswan ketika mengajak kami berjalan sepanjang sore itu. Benar saja, ada secuplik teluk kecil yang tersembunyi di balik karang sehingga seperti teluk pribadi. Kami duduk manis dan menikmati sunset sore hingga terlena. Langit dengan cepat menjadi gelap, barulah kami tersadar. Mari segera pulang! Saat datang kami menggunakan jalur pantai yang artinya berbasah-basah, namun di malam hari tentunya jalur itu menjadi riskan sehingga kami harus memutar. Belum ada penerangan yang layak sepanjang jalan di sana, sedikit mengerikan jika diingat namun sebut saja kami beruntung. Seorang warga yang melintas dengan mobil memberikan kami tumpangan.
Malam itu tiba-tiba lampu di Hotel Testura padam. Awalnya sedikit kesal, namun siapa sangka musibah itu justru jadi hal yang sangat saya syukuri sekarang. Berenang ditemani bintang, ya kami berenang ditemani selangit bintang di kepala. Di mimpi paling liar sekalipun, saya tak pernah berani memimpikan hal ini. Betapa tidak terharu? Pelajaran berharga lainnya, “sh*t happens just relax and try to enjoy the show”.
Sediakanlah
satu bangku untuk kebetulan, kamu tak pernah tau apa yang akan terjadi dalam perjalanan. Boleh terlena tapi jangan terpaku pada rencana.
Seperti banyak cerita lainnya, tentu saja cerita ini tidak utuh, ada hal-hal yang baiknya dirasakan sendiri. Sungguh! Selamat berpetualang ^^
Dago 485, 2016-05-14
Ivy
Leave a Reply