Kamu percaya dengan malaikat pelindung?

“Kak Nat ga apa-apa?” tanya sebuah suara pada saya yang terduduk lemas dengan muka pucat dan luka mengangga di kaki kiri.

Jumat lalu, saya kemalangan. Saya diserempet motor dan kaki kiri saya luka dan terkilir. Kejadiannya begitu kilat, keterkejutannya begitu lama.

Rasanya semua berjalan dalam slow motion.

Ingin berbelok, melihat ada mobil dan motor yang ditakar masih cukup jauh. Membelok, eh motornya malah bertambah cepat.

Panik, boom.

Terjatuh ke arah kiri. Kaki kiri yang perih dan sakit. Omongan dan umpatan kasar dari yang menabrak. Dibantu oleh muka-muka asing untuk menepi ke trotoar. Diulurkan sebotol aqua, semakin banyak muka asing yang datang, yang ingin tau, yang kepo, yang benar-benar peduli, yang cuma fomo.

Kepala yang melayang-layang meraba kenyataan. Kesakitan sembari berpikir langkah selanjutnya. Pusing, bingung, sakit, sakit, perih. Lalu mendengar suara yang dikenal di kondisi sehectic itu tentu saja sebuah kelegaan.

Saya melongok ke kiri dan ternyata benar, ada wajah perempuan yang saya kenal. Mantan anak kosan, adik yang jarang bersua, perempuan yang sama yang dua tahun lalu jadi orang pertama yang memeluk saya ketika mendengar berita kehilangan ibu di kosan.

Perempuan yang sama yang mengulurkan air, memeluk saya hingga tenang dan mengantarkan saya ke travel untuk berangkat ke Bandara.

Deg.

Apa mungkin malaikat pelindung itu benar adanya?

Itu pemikiran pertama yang muncul di kepala saya Jumat lalu. Serta merta bersender padanya. Masih dengan tidak percaya bertanya-tanya dalam hati Mengapa perempuan ini selalu ada di saat tersulit saya? Padahal kami jarang bercengkrama, jarang mengupdate kabar dan jarang bersua.

Entah lah, tapi hey Hanna tak putus terima kasih untukmu yang selalu ada di kala nestapa.

Terima kasih untuk semua bantuan tulusnya. Kebahagian tak terkira bisa berpapasan jalan denganmu di semesta ini.

Semoga selalu sehat dan berbahagia ya!

–

Cirebon, 2022-09-30

Ivy