Hei kamu..
Terlalu basa basi jika kutanya kabarmu yang jelas-jelas ku tau persis. Yang kulupa, bagaimana perkenalan kita 4 tahun lalu? Apa pernah tanganmu kujabat? Atau hanya ketika kamu membanggakan tanganmu yang lebih halus dariku? Sungguh aku tak mampu mengingat pertemuan awal kita. Saat kusadari, kamu sudah menelusup dan meninggalkan jejak di sini. Permainanmu mulus, gerakanmu gesit. Sungguh. Kau sisipkan sebongkah rasa tak bernama di sini, di dada.
Aku tebak, kamu belum siap menamai rasa ini. Dulu kamu pernah mencoba mencari kata untuk rasa yang ada, mengambil langkah maju namun aku tertatih. Ada hati lain yang mengisi hidupku saat itu. Jujur kamu membuatku terbang dengan cara yang unik, menamparku dengan bimbang. Andai saat itu aku sendiri, mungkin sekarang akan lain ceritanya. Akh sudah, mungkin harus begini jalannya.
Pertemuan terakhir kita beberapa bulan lalu, mentriger kembali semua peristiwa yang pernah terjadi. Segala detil kecil manis yang menyatakan asa dan rasa. Lalu aku mulai merindu gurauan yang hanya kamu yang mungkin menuturkan, merindu wangimu, merindu caramu mengusiliku.
Aku tau, kamu tau bahwa kita sama-sama sadar ada ganjalan rasa di ulu hati. Akh mata tak berbohong walau mulut belum mampu berkata. Kata seorang penulis, tak mungkin ada canggung tanpa ada rasa. Sudah sembuhkah luka dirimu? Janji aku tak akan menambah patahan.
Jadi kapan kita akan menamainya? *eh
Padang, 2016-2-16
Ivy
*biru kehilangan malu
Leave a Reply