Hari ke-1
Dear you,
Aku sedang duduk sendiri dalam bus jelek tanpa AC ini, diantara 4 pasang manusia lainnya dengan makan siang yang terlambat. Hei jangan menertawakanku! Aku sudah bisa membayangkan senyum kemenanganmu ketika membaca surat ini. Sudah sudah.. Ini salahku, mungkin ini cara Tuhan mengajariku untuk lebih bersyukur dan berhenti jadi manusia serakah.
Maaf atas keegoisanku tempo hari ya. Aku teringat kembali pertengkaran kita beberapa hari lalu yang membuatku nekad berangkat sendiri berlayar ke Komodo. Sejujurnya aku berharap kamu akan melunak dan merelakan gunung-gunung yang takkan lari ke mana-mana itu dan memilih menemaniku. Tapi tebakanku salah. Meski di saat-saat terakhir kamu masih membujukku untuk membatalkan niat gila ini, harga diriku terlalu tinggi untuk menarik kembali kata-kataku. Apa daya, sekarang nasi sudah menjadi bubur. Semoga kamu memaafkanku semua kata-kata kasar yang sempat terlontar. Jujur aku sudah sangat merindukanmu.
Kapal yang akan jadi rumahku selama 4 hari ke depan tak semegah yang kubayangkan. Hanya kapal kecil dengan ruang kemudi di tengah, ruang tidur yang lebih tepat disebut bangsal di atas, dan kamar mandi serta dapur yang hanya berjarak 15 cm. Semoga aku sanggup tinggal di sini.
Perhentian pertama kami: Pulau Kenawa. Pulau ini unik, ada bukit kecil penuh ilalang di tengah pulau. Aku yakin kamu akan suka. Eh, aku melihat bintang laut lho! Ya… selain ada bukit dan padang ilalang, kita juga bisa snorkling di bibir pantainya yang berpasir putih. Sore ini hanya ada rombongan kami yang terdiri dari 9 orang dan beberapa remaja yang sibuk berfoto dengan tongsis di dermaga. Pulau ini serasa milik pribadi. Yang kurang cuma orang yang bisa motretin aku dengan angle bagus.
Iya. Kamu.
Senja pertama sungguh jadi pengobat hati yang sedih ini. Tebak apa background senjaku sore ini? Rinjani. Cinta pertamamu, bukankah begitu? Aku ingat mimpimu untuk membawaku menikmati sunrise berlatarkan Danau Segara Anak dan mistisnya pagi di Ranu Kumbolo. Bagaimana jika kita realisasikan di liburan selanjutnya?
Renjana Senja dan Rinjani, Lombok
Hari ke-2
Tidur di bangsal dengan gelombang besar sungguh pengalaman yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Bayangkan tidur di ayunan dengan kecepatan yang dikali lima. Separah itu? Ya. Dan gelombangnya mengganas saat subuh tiba. Tapi harus aku akui, sunrise-nya luar biasa! Sungguh… sunrise dari tengah lautan begitu intim dan dekat. Seolah cakrawala seutuhnya milikmu. Tak ada hutan atau pohon yang menghalangi keindahannya. Magis!
Pulau Moyo jadi pulau pertama yang kami singgahi hari ini. Di pulau ini ada air terjun yang begitu indah dengan kolam-kolam alami di sekelilingnya. Lihat betapa perjalanan ini terus membuatku ingat padamu. Mari datang lagi ke sini. Kamu boleh mencubit hidung pesekku sesukamu jika aku memberimu informasi palsu, namun jika benar adanya, bersiap untuk menggendongku di perjalanan pulang. Deal?
Taken at Pulau Satonda, NTB
Perhentian selanjutnya, Pulau Satonda. Kamu ingat ceritaku beberapa tahun silam tentang pulau dengan danau air asin ini? Mungkin kamu tak seberapa ingat dengan Danau Satonda, tetapi pasti langsung ngeh jika aku menyebutkan kata Tambora. Danau air asin Satonda itu hasil dari letusan Gunung Tambora beberapa abad silam, dan siapa sangka, selain memiliki danau unik berair asin, Satonda juga punya snorkling spot yang dahsyat. Banyak ikan karang besar tak jauh dari bibir pantainya. Jika tak salah mengenalinya, aku bertemu ikan napoleon berukuran sedang. Sungguh menyenangkan dapat bersantai dan bermain sebentar di pulau ini.
Sore itu senja dari kapal tetap indah namun gelombang semakin besar. Perutku serasa diaduk-aduk dan aku memutuskan tidur lebih awal. Sebenarnya yang kubutuhkan hanya lelucon garing dan pelukanmu.
Hari ke-3
Aku terbangun sekitar pukul 5.00 pagi dengan kondisi gelombang laut yang masih gila. Sang surya yang muncul perlahan tetap menjadi pemandangan magis yang mampu membuatku terpekur karena keindahannya. Kamu tak akan mengerti betapa aku merindukanmu, dan ingin berbagi pemandangan luar biasa ini. Semuanya luar biasa, hanya kurang kamu.
Uff, aku hampir kehabisan nafas ketika mendaki puncak Gili Laba. Jangan mengejekku! Aku yakin kamu pun akan ngos-ngosan menaikinya. Jaraknya sih singkat tapi track-nya terus dan terus menanjak. Luar biasa menantang dengan panas matahari yang menjilati kulitmu. Pemandangan dari atas bukit tak perlu diragukan keindahannya. Mencengangkan!
Kami ke Pink Beach. Iya, Indonesia kita memang luar biasa kaya dengan keanekaragaman hayatinya. Usut punya usut, si pasir pink ini sebenarnya berasal dari serpihan karang bewarna merah yang terbawa gelombang dan teraduk sempurna dengan pasir putihnya. Snorkling di sini juga menyenangkan. Namun tentunya harus berhati-hati dengan arusnya, aku hampir saja terseret.
Taken at Pink Beach, NTT
Bagaimana pengalamanku hari ini? Awesome kan? Tunggu dulu, kamu belum mendengar cerita paling seru dari hari ini. Sore tadi waktu berkunjung ke Pulau Komodo, kami beruntung sempat melihat 3 komodo memakan rusa secara langsung. Aku takut dan bergidik melihat mereka mencabik-cabik rusa. Masih merinding membayangkan sang komodo dragon, binatang paling tua di jagad raya yang kadang terlihat pemalas itu bisa berlari dengan kecepatan sampai 20 km/jam jika mengejar buruan. Jika dikejar lari zig zag ya!
Untuk malam terakhir di atas kapal, malam ini bisa dikatakan klimaks. Kami menikmati senja dari kapal yang berhenti dengan lautan setenang danau. Coba bayangkan Ranu Kumbolo dan aku berperahu ke tengahnya. Letakkan senja paling hangat yang pernah kamu lihat sebagai latar. Ya kira-kira begitulah yang aku lihat.
Bintang-bintang terlihat dengan sangat jelas dari sini. Hei, bukankah ini salah satu alasanmu senang mendaki gunung? Percaya padaku, bintang di sini sama terang dan jelasnya dengan di gunung. Bonus terakhir malam itu, kami melihat plankton, organisme kecil yang berpendar hijau jika terganggu oleh gelombang atau gangguan lainnya. Aku tak bisa berhenti mengaduk-aduk air untuk melihat plankton-plankton itu berpendar, serasa membawaku ke negeri dongeng. Salam hangat dari negeri mimpi untukmu.
Hari ke-4
Ada sedikit keengganan mengakhiri perjalanan ini, namun ada juga rasa rindu yang menggunung untuk memelukmu kembali. Pagi tadi merupakan pagi paling luar biasa sepanjang perjalanan ini. Akh, aku tak mampu menahan air mata bahagia menyaksikan sang surya yang pelan-pelan menguning dan menghiasi horizon. Di mimpi paling liar pun aku tak pernah berani membayangkan pemandangan seindah pagi ini. Tenang, hangat, dan memenuhi kalbu, persis seperti pelukanmu.
Aku melihat beberapa komodo lagi di Pulau Rinca pagi itu. Mereka sedang bermalas-malasan, menempelkan setiap inci dari tubuhnya ke tanah seperti batang kayu mati. Aku masih bertanya-tanya, bukankah ini spesies yang sama? Binatang yang kemarin sore merobek-robek rusa dengan brutalnya. Mungkin komodo-komodo ini juga suka efek surprise. Kami memilih medium track. Pemandangan di Pulau Rinca sangat berbeda dengan di Pulau Komodo. Di sini penuh dengan savana coklat hijau dengan pemandangan laut dan langit biru yang membuatku terpukau.
Taken at Pulau Rinca, NTT
Pulau terakhir yang kami datangi adalah Pulau Kelor. Banyak plankton yang membuat badanku sedikit gatal ketika berenang di sini. Tak berapa lama, aku segera kembali ke kapal dan memilih duduk menikmati langit dan laut biru. John, yang berasal dari Portugis, bersama dengan Michael yang berasal dari Austria menceritakan pengalaman mereka melihat ikan duyung. Aku malah membayangkan Ariel sang mermaid. Hahaha..
Tepat beberapa saat ketika kapal akan berjalan menuju Labuan Bajo, beberapa lumba-lumba berenang sangat dekat dengan kapal. Aku anggap itu ciuman perpisahan dari mereka.
Sayang, perjalanan ini sungguh luar biasa. Semua pemandangan dan pengalaman ini jauh melebihi imajinasi terliarku. Apa boleh aku menggunakan kata “orgasme rasa”? Saat tubuhmu tak lagi mampu menerima keindahan yang terpampang di depan mata dan membuatmu merasa seakan di dunia mimpi. Betapa perjalanan ini akan jadi awesome journey jika ada kamu di sini.
Hari Ini
Sore tadi, dengan hati penuh rasa dan cerita, kami berpamitan dengan kapten dan kru kapal. Berjalan ke arah kota Labuan Bajo. Bau laut, kulit kering, dan baju yang berbau garam adalah kenang-kenangan berharga dari perjalanan ini. Aku sendiri memilih sebuah penginapan kecil dengan pemandangan menghadap pelabuhan. Sungguh sebuah kemewahan tersendiri dapat merasakan lagi air bersih membasahi tubuhmu. Seselesainya mandi, aku menyalakan kembali ponselku. Ratusan notifikasi dari semua akun sosmed-ku. Tak berapa lama aku melihat wajahmu muncul di layar.
“Halo Dear…”
“Kamu di mana?” ada nada kesal dan cemas dari suaranya.
“Aku baru saja mendarat di Labuan Bajo. Ga ada signal di lautan. Hehehe…”
“Semua orang panik nyariin kamu…”
Jarang-jarang aku melihat D nyerocos tanpa henti begitu. Ada sedikit kebahagian mengetahui betapa cemasnya dia memikirkanku. Momen kebahagian setiap wanita ketika pasangannya yang biasa cuek ternyata begitu peduli setengah mati. Aku menikmati setiap ocehannya dengan senyuman dan kata maaf.
Tok tok tok. Terdengar ketukan di pintu kamarku.
Aku sedikit was-was, siapa itu sore-sore begini. Melongok sekilas, kudapati wajah D yang sok cool dengan sekantong makan malam. Refleks aku membuka pintu dan langsung memeluknya. Akh, wangi tubuh yang sudah aku rindukan. D menoyor kepalaku pelan, lalu kembali memelukku erat. “Jangan menghilang lagi!” Rupanya sudah 2 malam dia menungguku di Labuan Bajo.
Kami makan malam nasi padang ditemani sunset Labuan Bajo di depan hotelku. Sebelum D kembali ke kamarnya, aku menyerahkan surat-surat yang aku tulis padanya. “Ini bentuk permintaan maafku. Kamu bakal tahu betapa sedihnya aku melewatkan semua perjalanan luar biasa ini sendiri tanpamu.”
Malam itu aku tidur sangat nyenyak dan baru terbangun sekitar pukul 9 pagi mendengar suara-suara dari kamar sebelah yang bersiap-siap untuk check out. Membuka pintu dan mendapati D duduk manis di beranda depan. “Tuan Putri mau berpersiar bersama hamba bulan depan?” senyum D mengembang sembari memamerkan tiket sailing Komodo yang sudah dipesannya. Aku tak mampu berkata-kata, rasa membuncah hingga ke pelupuk mata. Seketika merasa menjadi wanita paling berbahagia di muka bumi ini. Hanya mampu mengangguk dan memeluknya erat.
“Kali ini orgasme rasanya sama-sama ya! Jangan suka main sendiri…” canda D.
“Iya.. kali ini akan jadi awesome journey yang tak akan terlupa buat kita!”
Taken at Pulau Kelor, NTT
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Awesome Journey” Diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan Nulisbuku.com
Bandung, 2015-06-27
Ivy
*biru penuh dengan mimpi dan kisah-kisah
Leave a Reply