[Diary] Muka Kebaikan

Pagi ini saya belajar satu hal bahwa “Kebaikan itu tak punya muka, ia lebur bersama tindakan.”

“Mau dikasih sendiri mbak?” tanya mas tukang bubur ke saya selagi membayar. Saya tersenyum lalu menjawab “ga usah, mas aja yang kasih.”

Ragu-ragu dia mengangkat mangkok bubur ayam tersebut dan berjalan ke arah undakan kecil di dekat parkiran, di mana seorang bapak tua menjajahkan kerupuk mentah. Sementara saya berjalan pelan ke arah berbeda melanjutkan perjalanan pagi saya.

Bersama tiap kaki yang melangkah ada kelapangan dan rasa hangat di sana. Ya, melakukan kebaikan itu tak perlu menunjukkan muka. Seperti pepatah tua yang berbunyi pemberian oleh tangan kiri, tak perlu diketahui oleh tangan kanan.

Ada riak-riak menyenangkan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya pagi ini. Kalau boleh menerka, mungkin riak ini bernama tulus.

Klik

Lalu sebuah jembatan pemahaman muncul. Ini jangan-jangan yang jadi latar mengapa di kursus pernafasan (Sudarshan Kriya) yang saya ikuti beberapa bulan silam, salah satu PR nya adalah melakukan 3 kebaikan pada orang asing. Akh…

Agar mampu mencicipi rasa hangat dan ringan yang muncul dari perbuatan tulus.

Sepanjang jalan pulang, saya tersenyum-senyum dan melenggang-lenggang senang. Ternyata tak butuh banyak untuk bahagia ya. Dan pagi ini dibayar lunas hanya dengan semangkok bubur ayam.

PS: Tulisan ini dibuat bukan untuk memamerkan kebaikan yang dilakukan tapi sebagai pengingat untuk diri, kalau-kalau lupa berbagi dengan tulus pada diri ataupun sesama.

Dago 485, 2022-08-21

Ivy

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s