Setelah kejadian tidak mengenakan kemarin, kami merasa tak ingin berlama-lama di Hoi An. Alasan lain, memang tadinya ini bukan kota tujuan, hanya kota transit yang diberi sedikit kelonggaran waktu untuk dinikmati.
Dengan publik bus yang harganya segimana amal dan doa berkisar antara 30.000-40.000 dong per orang untuk turis dan seharga 20.000 dong untuk lokal, kami berpindah kota menuju Da Nang. Alasan lebih penting lain, di Da Nang yang terletak sekitar 1 jam dari Hoi An ada seorang teman dari teman yang sudah membantu kami banyak dalam menjawab pertanyaan dan memberi beberapa rekomendasi.
Dengan alasan kuat ini kami berpindah tempat dengan cepat. Namun rasanya pilihan itu tak salah, Da Nang yang kota besar memberi senyum lebar pada kami siang tadi. Kota yang memiliki sungai besar dan pantai ini rapi dengan jalanan yang lebar. Oh ya, memiliki seorang teman lokal di kota baru sungguh membuat kota ini menjadi semakin indah. Minum vietnam drip pancung, alias setengah gelas dengan harga 7000 dong/gelas. Makan spring roll di tempat lokal dan ditutup dengan bubur kodok hangat gratis hasil masakan teman baru kami.
Lesson #8
Bukankah perjalanan itu tentang pertemuan dan persahabatan?
Pelajaran lain yang saya peroleh, Da Nang berbeda sekali dengan Hoi An. Mappi bahkan bergurau, Da Nang tak ada dalam peta para turis…” tapi rasa-rasanya itu benar adanya. Tak seperti Hoi An, Da Nang tak posesif alias mengangtungkan hidup pada pariwisata.
Lesson #9
Seperti makanan, kota dengan pemanis tambahan, bukan untuk konsumsi harian.
Kayak makanan bermicin, enak dimakan sakit di tenggorkan.
Danang, 2018-03-13
Ivy